dinasti fatimiyah
DINASTI FATHIMIYAH
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Matakuliah “Sejarah Peradaban Islam 2”
Dosen Pembimbing:
Muzaiyanah, M.Fil.I.
Disusun Oleh:
Moh Teguh Prasetyo : A02209021
Emil Hikmatul H : A82209063
Nahlal Faridah : A02209032
FAKULTAS ADAB
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Dinasti fatimiyah adalah satu-satunya Dinasti Syiah dalam Islam. Dinasti ini didirikan karena ingin menandingi kekhalifahan Abasiyah di Baghdad, yang didirikan oleh Said Ibn Husain yaitu pendiri sakte ismailiyah seorang persia yang bernama Abdullah Ibn Maymun pada tahun 909 M.
Keruntuhan sedikit demi sedikit, hegemoni Daulah Abbasiyah sebuah konsekwensi dari lemahnya kepemimpinan dan dukungan politik dari berbagai daerah kekuasaan. Tuntutan otonomi daerah bertopeng kepentingan agama demi kekuasaan juga memperlihatkan perannya. Lebih dari itu, tuntutan perkembangan zaman dan kemajuan masyarakat serta merta mengubah cara pandang yang tidak bisa tunduk dengan kezaliman selamanya. Di atas puing-puing keruntuhan itu, ada banyak dinasti muncul dalam arti memerdekakan diri, yang berangkat dari akar kepentingan politik kekuasaan dan perbedaan pemahaman agama, suku, ras dan bangsa. Terutama aliran besar dalam Islam, Sunni dan Syi’ah yang selalu bergesekan dalam bidang politik dan kekuasaan. Aliran ini pada dasarnya, merupakan alasan klasik yang selalu terjadi dalam sejarah Islam. Salah satu dinasti yang muncul adalah dinasti Fathimiyah yang berasal dari golongan bani Ubaidi. Bani Ubaidi berasal dari daerah magribi (Tunisia) mereka terus memperkuat diri dan memperluas wilayah kekuasaaan. Kerajaan yang bernaung di bawah Bani Abbas semuanya mereka kuasai, pertama yang ada di Maghribi dan kemudian terdapat di Afrika. Disaat Dinasti Abbasiyah terus menuju kehancurannya, Dinasti Bani Ubaidi terus melebarkan kekuasaannya hingga Mesir, Syria, dan Hijaz.
Dinasti Fatimiyah mencapai puncaknya pada periode Mesir, terutama pada masa kepemimpinan al-Aziz. Mesir senantiasa berada dalam kedamaian dan kemakmuran rakyatnya karena keadilan dan kemurah hatian sang khalifah. Nama sang khalifah selalu disebutkan dalam khutbah-khutbah Jum’at di sepanjang wilayah kekuasaannya yang membentang dari Atlantik hingga Laut Merah. Al Aziz adalah khalifah kelima yang berkuasa di dinasti Fatimiyah dan merupakan khalifah pertama di Mesir .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kelahiran Dinasti Fatimiyah
Kemunculan sa’id yang sangat fenomenal dan juga sangat menegangkan merupakan puncak dari propaganda sekaligus tonggak awal dari berdirinya dinasti fatimiyah, propaganda yang dilakukan sakte ismailiyah dengan baik dan terorganisir membuat propaganda ini sukses, yang tidak terlepas dari sosok propagandis ulung yaitu Abu abdullah Al husain al sa’id ia merupakan penduduk asli yaman.
Ia mulai melakukan gerakan propaganda pada awal abad ke-9, ia mengklaim dirinya sebagai Imam Mahdi dan menghasut suku Berber di Afrika Utara melalui pidatonya yang berkobar-kobar yaitu tepatnya di daerah Tunisia. Setelah sukses malakukan propaganda ia al syi’i menulis surat untu dikirim kepada sa’id ibn husain yang intinya memberi kabar tentang keberhasialan propaganda yang dilakukanya, setelah menerima surat tersebut segera sa’id ibn Husain pergi meninggalkan markasnya di Salamiyah untuk segera menuju ke Tunisia dengan menyamar sebagai pedagang.
Setelah sampai di Tunisia ia segera merencanakan untuk melakukan gerakan penggempuran ke Aglabhiyah sebuah Dinasti Sunni terakhir di Afrika yang menguasai daerah tersebut. Akhirnya pada tahun 909M berdirilah kerajaan/ Dinasti Fatimiyah setelah mampu mengalahkan dengan bantuan kaum Berber ai berhasil mengalahkan gubernur-gubernur di Aglabiyah dan akhirnya dapat mengalahkan Ziadatullah. Kemudian, Sa’id diproklamasikan sebagai imam pertama dengan gelar Ubaidillah al Mahdi.
1. Perjalanan Pemerintahan
a. Fase Konsolidasi (969-1021 M).
Pada fase ini sempat terjadi perang saudara antara Turki dan Barbar, yang keduanya merupakan kelompok yang turut mendirikan Dinasti Fathimiyyah. Barbar memberikan dukungan sepenuhnya kepada Daulah Fathimiyyah karena awalnya Barbar-lah yang mengusai anggota pemerintahan. Banyak diantara bangsa Barbar yang diangkat menjadi pemerintahan. Keadaan ini berlangsung sampai masa pemerintahan Al – Muizz li Dinillah. Sedangkan pada masa pemerintahan Az Zahir dan Al – Munthasir Khalifah lebih dekat dengan keturunan Turki. Sehingga muncullah dua kekuatan besar yaitu Turki dan Barbar, sejak saat itulah Barbar kehilangan kedudukan dalam pemerintahan. Untuk lebih mengenal keadaan dalam fase ini, baik tentang pemimpin/khalifah, roda pemerintahan, kebijakan pemerintah, dan situasi yang dihadapinya, akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Ubaidillah al-Mahdi
Ubaidillah al–Mahdi adalah Khalifah pertama Dinasti Fathimiyyah. Ia datang dari Afrika Utara, dimana propaganda Syi’i telah menciptakan kondisi yang baik bagi kedatangannya. Dengan dukungan kaum Barbar Ketama, dan menumbangkan Gubernur-Gubernur Aghlabiyah di Ifriqiyyah dan Rustamiyah Khariji di Tahari, dan menjadikan Idrisiyah Fez sebagai penguasa bawahannya. Pada tahun 909 M, dialah yang memproklamasikan berdirinya khilafah Fathimiyyah yang terlepas dari kekuasaan Abbasiyah. Ia dibantu oleh Abdullah Asy-Syafi’i dalam mengkonsolidasikan khilafahannya di Tunisia. Dalam proses tersebut, pada tahun 920 M, ia telah berhasil mendirikan sebuah kota yang baru dan dijadikan sebagai ibukota, yaitu Mahdiah yang terletak di pesisir pantai Tunisia. Selama menjalankan pemerintahannya, ia telah berhasil menghalau para pemberontak yang dipimpin oleh Abu Abdullah al Husyain dan memperluas wilayahnya sampai propinsi Fez di Maroko bahkan telah merebut Alexandria. Perlawanan juga datang dari kelompok pendukung Abbasiyah, kelompok yang berafiliasi ke Dinasti Umaiyah di Andalusia maupun kelompok Khawarij dan Barbar.
2) Al–Qa’im ((924-946 M)
Setelah al–Mahdi meninggal, ia diganti oleh putranya yang bernama Abdul Qasim dan bergelar Al–Qa’im. Ia meneruskan kebijakan yang diambil ayahnya dengan mengirimkan armadanya dan mampu menghancurkan pesisir selatan Perancis, Genoa dan sepanjang pesisir Calabria tahun 934 M. Akan Tetapi ia tidak berhasil dalam memadamkan pemberontakan oleh Abu Yazid yang berlangsung selama tujuh tahun. Abu Yazid yang berulangkali menaklukan pasukan Al–Qa’im akhirnya berhasil mengepung Susa. Dengan wafatnya Al–Qa’im pada tahun 946 M, maka berakhirlah kekuasaannya dan dilanjutkan oleh putranya Al–Manshur.
3) Al-Manshur
Perjuangan yang dilakukan oleh ayahnya telah mencapai keberhasilan yang gemilang dibawah kekuasaannya. Ia adalah seorang pemuda yang cerdik dan energik hingga ia berhasil menghentikan pemberontakan Abu Yazid yang terjadi di masa pemerintahan ayahnya. Ia berhasil menundukkan Abu Yazid dan pasukannya. Bahkan mereka turut membantu ekspansi hingga ke seluruh Afrika, disanalah ia membuat kota yang diberi nama al–Mashuriyah.
4) Al–Mu’iz (953-975 M)
Keberhasilan yang telah dicapai Al–Manshur dilanjutkan oleh putranya yang bernama Abu Tamim Ma’ad dengan gelar al Mu’iz. Ia telah membuat pencerahan pada Dinasti Fathimiyyah, dengan melaksanakan kebijaksanaan besar, yaitu :
Pembaharuan dalam bidang administrasi dengan mengangkat seorang wazir (menteri) untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraan.
Pembangunan ekonomi, dengan memberi gaji khusus pada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya.
Toleransi beragama (juga aliran) dengan mengadakan empat lembaga, peradilan di Mesir, dua untuk madhab syi’ah dan untuk madhab sunni, Setelah basis kekuasaan di Tunis kuat, Khalifah Fathimiyyah dapat menguasai Mesir pada tahun 969 M. Penguasaan ini diawali dengan diutusnya panglima Jauhar al–Katib as– Siqili dengan perlengkapan dan kekayaan yang diperoleh dari basis mereka di Ifriqiyah sebagai persiapan ke arah Timur. Jauhar berhasil memasuki Fustat dan menyingkirkan Dinasti Ikhsidiyyah. Setelah Mesir dapat dikuasai, ia membangun sebuah ibukota baru di Mesir yaitu Kairo Baru (al–Qahirah,artinya yang berjaya).
Kairo dibangun dengan sejumlah istana kebesaran dan masjid-masjid agung yang merupakan sebuah kota kerajaan yang dirancang sebagai wujud bagi kebesaran kerajaan Masjid itu adalah masjid Al Azhar yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pengembangan ilmu pengetahuan dan selanjutnya masjid ini menjadi sebuah akademik dan pada kurun waktu itu Al Azhar menjadi Universitas yang sangatterkenal dikalangan akademik Selama 23 tahun, masa kepemimpinan al-Mu’iz, pemerintahannya berjalan gemilang. Ia meninggal pada tahun 975 M. Dialah Khalifah termashur dalam kekhalifahan Fathimiyyah di Mesir. Ia mempunyai kelebihan–kelebihan baik di bidang seni, satra dan pengajaran ditambah dengan pengetahuannya yang luas, maka tidak heran jika pada masa Al–Muiz inilah awal kemajuan Fathimiyyah.
5) Al–‘Aziz (975-996 M)
Dalam pemerintahannya, al-Aziz sangat liberal dan memberikan kebebasan kepada setiap agama untuk berkembang, bahkan ia telah mengangkat seorang wazirnya dari pemelik agama Kristen yang bernama Isa Ibnu Nastur. Disamping itu, manasah seorang Yahudi diberi jabatan tinggi di istana. Pada pemerintahan al-Aziz ini kedamaian antar umat beragama terjalin dengan baik dalam waktu yang cukup lama.
6) Al-Hakim (996-1021 M)
Al–Hakim adalah seorang penguasa yang sangat kejam dan eksentrik. Ia membunuh sejumlah tokoh kerajaan tanpa alasan. Ini disebabkan karena usianya yang masih muda (11 tahun) ketika menjadi penguasa menggantikan ayahnya pada tahun 996 M, sehingga dengan mudah gubernurnya yang tak bermoral yang bernama Barjawan dapat menguasainya dengan penuh.
Pada awal pemerintahannya, tidak ada kestabilan. Secara komparatif kaum kristen dan Yahudi diperlakukan dengan baik. Bahkan sebagian dari mereka menduduki jabatan yang tinggi dalam negara. Selama pemerintahan Al–Hakimlah gerakan religius Syi’i yang ekstrem, yaitu Druze muncul di Suriah Selatan dan Lebanon, karena Al–Hakim memberikan semangat pada pendirinya, yaitu da’i Al–Darazi, maka Druze memandang Khalifah Al–Hakim sebagai titisan Tuhan.
Meskipun kekejaman mewarnai kekhalifahannya, ia berhasil membangun banyak masjid, dan bangunan yang paling terkenal sampai sekarang yaitu Dar al-Hikmah yang dibangun tahun 1306 M, tempat bertemunya berbagai pujangga dan mempromosikan pendidikan dan Syiah.
b. Fase Parlementer
Setelah melalui fase konsolidasi, selanjutnya Dinasti Fathimiyyah memasuki fase parlementer. Suatu fase dimana banyak sekali muncul permasalahan–permasalahan yang rumit sebagai suatu kelanjutan dari kekuasaan/kejayaan yang dicapai pada fase konsolidasi. Masa ini disebut juga dengan “Ahdu Mufuzil Awzara” atau masa pengaruh menteri-menteri mulai dari Az Zahir, sampai dengan Al ‘Adhid.
Pada fase ini memperlihatkan kemunduran tatanan politik, yakni periode peperangan antar fraksi-fraksi militer dan pembagian negeri ini menjadi sejumlah iqta’ yang dikuasai oleh pejabat-pejabat-pejabat militer yang berpengaruh (Lapidus, 1999: 538). Sebuah peperangan telah terjadi dalam fase ini yakni perang Salib. Perang yang terjadi di awal kekuasaan al-Munthasir ini diawali dengan ekspansi yang dilakukan Fathimiyyah dari Mesir sampai ke Palestina dan Syiria.
Perang Salib semula terbentuk dari serangan balik bangsa Eropa yang bersifat umum terhadap kekuatan Muslim di wilayah Laut Tengah. Terjadinya aksi Salib (Crusade) pertama pada akhir abad kelima, dan ini lebih mengancam penguasa-penguasa Turki di Syiria daripada Fathimiyyah, karena sebetulnya saat itu Fathimiyyah tidak menguasai wilayah di Utara Asealon di Palestina. Melalui jalur laut dan darat pasukan Eropa bergerak ke arah timur. Antara 1099-1109 M mereka menaklukan Edessa, Antioch, dan Tripoli, dan mendirikan sebuah kerajaan Latin di Yerussalem. Dewan pendeta Latin menguasai pemerintahan Kristen di kota suci ini, tetapi sekte-sekte Kristen timur tidak disisihkan begitu saja.
Respon Muslim terhadap perang Salib ini cukup lamban, bahkan respon tersebutcenderung pada upaya pengaturan Mesir dan Syiria kedalam sebuah imperium Muslim.Daerah-daerah yang merasa tidak mampu menghadapi ancaman perang Salib membukapintu untuk mengadakan kerjasama militer dengan negara-negara Islam lainnya. Namun secara bertahap serangan balik Muslim semakin gencar yang dapatdigambarkan melalui tiga fase Fase pertama terjadi sebelumFathimiyyah ditaklukan oleh Ayyubiyah. Sedangkan pada fase kedua dan ketiga Nur Al Din sudah mulai berkuasa.
B. Puncak Kejayaan Dinasti Fatimiyah
Setelah menguasai mesir selam empat tahun (antara tahun 969-973 masehi), dinasti fatimiyah telah mengalami masa kejayaan yang ditandai dengan berpeindahnya pusat pemerintahan ke Kairo pada tahun 973 M sumbangan dinasti fatimiyah terhadap Islam sangat besar, baik dalam sistem pemerintahanmaupun dalam bidang keilmuan. Maupun dalam bidang keilmuan. Kemajuan yang terlihat pada masa khalifah Al Aziz yang bijaksana diantaranya sebagai berikut:
a. Bidang ilmu pengetahuan dan kesusastraan
Di Bidang Keilmuan dan Kesusastraan. Ilmuwan yang paling terkenal pada masa Fatimiyah adalah Yakub Ibnu Killis yang berhasil membangun akademi keilmuan dan melahirkan ahli fisika bernama al-Tamimi dan juga seorang ahli sejarah yaitu Muhammad ibnu Yusuf al-Kindi dan seorang ahli sastra yang muncul pada masa Fatimiyah adalah al-Azis yang berhasil membangun masjid al-Azhar. Kemajuan yang paling fundamental di bidang keilmuan adalah didirikannya lembaga keilmuan yang bernama Darul Hikam, serta pengembangan ilmu astronomi oleh ahli ibnu Yunus dan Ali al-Hasan dan Ibnu Hayam karyanya tentang tematik, astronomi, filsafat fan kedokteran telah dihasilkan pada masa al-Mansur terdapat perpustakaan yang di dalamnya berisi 200.000 buku dan 2400 illumited al-Qur’an.
b. Bidang ekonomi dan sosial
Di Bidang Ekonomi dan Sosial, Mesir mengalami kemakmuran ekonomi yang mengungguli daerah-daerah lainnya dan hubungan dagang dengan dunia non-Muslim dibina dengan baik, serta di masa ini pula banyak dihasilkan produk Islam yang terbaik. Dikisahkan pada suatu Festifal, khalifah sangat cerah dan berpakaian indah, istana khalifah dihuni 30.000 orang terdiri 1200 pelayan dan pengawal, juga masjid dan perguruan tinggi, rumah sakit dan pemondokan khalifah yang berukuran sangat besar menghiasi kota Kairo baru, pemandian umum yang dibangun dengan baik, pasar yang mempunyai 20.000 toko luar biasa besarnya dan dipenuhi berbagai produk dari seluruh dunia.
c. Bidang Pemerintahan
Bentuk pemerintahan pada masa Fatimiyah merupakan suatu bentuk pemerintahan yang dianggap sebagai pola baru dalam sejarah Mesir. Dalam pelaksanaannya khalifah adalah kepala yang bersifat temporal dan spiritual. Pengangkatan dan pemecatan pejabat tinggi berada di bawah control kekuasaan khalifah. Menteri-menteri (wazir) kakhalifahan dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok militer (urusan tentara, perang, pengawal rumah tangga khalifah dan semua permasalahan yang menyangkut keamanan) dan sipil/ketentaraan (amir-amir yang terdiri dari pejabat-pejabat tinggi dan pengawal khalifah, para opsir jaga, berbagai resimen yang bertugas sebagai hafidzah, juyutsiyah dan sudaniyah).
d. Bidang arsitektur dan seni
Para kholifah fatimiyah mengalir darah seni. Ketertarikanya terhadap bidang arsitektur dan seni terlihat dengan adanya gedung dan bangunan yang mempunyai nilai seni diantaranya adalah masjid-masjid seperti al-Azhar, disamping itu terdapat gedung-gedung yang terkenal seperti gedung emas, gedung pembuat mata uang, gedung perpustakaan. Semua bangunan tersebut dibangun sangat megah sehingga membuat orang kagun ketika melihatnya. Perkembangan seni bukan hanya terbatas kepada bangunan saja akan tetapi meliputi seni ukir keramik, tembikar juga sudah dikenal pada saat itu.
C. Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Umayah
Sesudah berakhirnya masa pemerintahan Al-Aziz, pamor Dinasti Fatimiyyah mulai menurun. Kalaupun pada masa al-Munthasir sempat mengalami kejayaan, itu tidaklah seperti apa yang telah dicapai oleh al-Aziz. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti Fathimiyah adalah :
Para penguasa yang selalu tenggelam dalam kehidupan yang mewah.
Adanya pemaksaan ideologi Syi’ah kepada masyarakat yang mayoritas Sunni.
Terjadinya persaingan perebutan wazir.
Kondisi al-‘Adhid (dalam keadaan sakit) yang dimanfaatkan oleh Nur ad-Din.
Dalam kondisi khilafah yang sedang lemah, konflik kepentingan yang berkepanjangan diantara pejabat dan militer. Merasa tidak sanggup, akhirnya al-Zafir meminta bantuan kepada Nur al-Din dengan pasukan yang dipimpin oleh Salahuddin Al-Ayyubi. Mula-mula ia berhasil membendung invasi tentara Salib ke Mesir. Akan tetapi kedatangan Salahuddin untuk yang kedua kalinya tidak hanya memerangi pasukan Salib, tetapi untuk menguasai Mesir. Dengan dikalahkannya tentara Salib sekaligus dikuasainya Mesir, maka berakhirlah riwayat Dinasti Fatimiyah di Mesir pada tahun 1171 M yang telah bertahan selama 262 tahun.
BAB III
PENUTUP
Dinasti Fatimiyah adalah satu-satunya Dinasti Syi’ah dalam Islam. dinasti ini didirikan di Tunisia pada 909 M, sebagai tandingan bagi penguasa dunia muslim saat itu yang terpusat di Baghdad, yaitu Bani Abbasiyah. Dinasti Fatimiyah didirikan oleh Sa’id Ibn Husayn, kemungkinan keturunan pendiri kedua sekte Ismailiya, seorang Persia yang bernama Abdullah Ibn Maymun. Bentuk pemerintahan Dinasti Fathimiyah adalah monarki, dengan distribusi kewenagan meliputi eksekutif dan Yudikatif serta memiliki struktur kenegaraan terdiri dari pemerintah pusat yang dipegang oleh seorang Khalifah dan pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang gubernur. Khalifah pada masa dinasti Fathimiyah memegang peranan sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan dimana dalam memerintah dibantu oleh seorang menteri.
Dalam perkembangannya, Dinasti Fatimiyah mengalami perpecahan dalam tubuhnya sendiri sehingga tidak bisa mengantisipasi ancaman yang datang dari luar. Kondisi yang lemah ini dimanfaatkan dengan baik oleh Salahuddin Al-Ayyubi untuk dapat menaklukkan Dinasti Fatimiyah di Mesir. Diantara para khalifah Fatimiyah yang mengalami kemajuan dalam sistem pemerintahan maupun dalam bidang keilmuan yaitu khalifah Al-Aziz, kahlifah ini adalah yang paling bijaksana dan paling murah hati.
DAFTAR PUSTAKA
C.E.Bosworth. 1980. Dinasti-Dinasti Islam. Bandung: Mizan.
Hitti, Philip K. 2006. History Of Arab. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Watt, W. Montgomery. 1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana.
http://duscikceolah.wordpress.com/2010/09/01/sistem-politik-pemerintahan-dinasti-fathimiyah/
http://id.wikipedia.org
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Matakuliah “Sejarah Peradaban Islam 2”
Dosen Pembimbing:
Muzaiyanah, M.Fil.I.
Disusun Oleh:
Moh Teguh Prasetyo : A02209021
Emil Hikmatul H : A82209063
Nahlal Faridah : A02209032
FAKULTAS ADAB
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Dinasti fatimiyah adalah satu-satunya Dinasti Syiah dalam Islam. Dinasti ini didirikan karena ingin menandingi kekhalifahan Abasiyah di Baghdad, yang didirikan oleh Said Ibn Husain yaitu pendiri sakte ismailiyah seorang persia yang bernama Abdullah Ibn Maymun pada tahun 909 M.
Keruntuhan sedikit demi sedikit, hegemoni Daulah Abbasiyah sebuah konsekwensi dari lemahnya kepemimpinan dan dukungan politik dari berbagai daerah kekuasaan. Tuntutan otonomi daerah bertopeng kepentingan agama demi kekuasaan juga memperlihatkan perannya. Lebih dari itu, tuntutan perkembangan zaman dan kemajuan masyarakat serta merta mengubah cara pandang yang tidak bisa tunduk dengan kezaliman selamanya. Di atas puing-puing keruntuhan itu, ada banyak dinasti muncul dalam arti memerdekakan diri, yang berangkat dari akar kepentingan politik kekuasaan dan perbedaan pemahaman agama, suku, ras dan bangsa. Terutama aliran besar dalam Islam, Sunni dan Syi’ah yang selalu bergesekan dalam bidang politik dan kekuasaan. Aliran ini pada dasarnya, merupakan alasan klasik yang selalu terjadi dalam sejarah Islam. Salah satu dinasti yang muncul adalah dinasti Fathimiyah yang berasal dari golongan bani Ubaidi. Bani Ubaidi berasal dari daerah magribi (Tunisia) mereka terus memperkuat diri dan memperluas wilayah kekuasaaan. Kerajaan yang bernaung di bawah Bani Abbas semuanya mereka kuasai, pertama yang ada di Maghribi dan kemudian terdapat di Afrika. Disaat Dinasti Abbasiyah terus menuju kehancurannya, Dinasti Bani Ubaidi terus melebarkan kekuasaannya hingga Mesir, Syria, dan Hijaz.
Dinasti Fatimiyah mencapai puncaknya pada periode Mesir, terutama pada masa kepemimpinan al-Aziz. Mesir senantiasa berada dalam kedamaian dan kemakmuran rakyatnya karena keadilan dan kemurah hatian sang khalifah. Nama sang khalifah selalu disebutkan dalam khutbah-khutbah Jum’at di sepanjang wilayah kekuasaannya yang membentang dari Atlantik hingga Laut Merah. Al Aziz adalah khalifah kelima yang berkuasa di dinasti Fatimiyah dan merupakan khalifah pertama di Mesir .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kelahiran Dinasti Fatimiyah
Kemunculan sa’id yang sangat fenomenal dan juga sangat menegangkan merupakan puncak dari propaganda sekaligus tonggak awal dari berdirinya dinasti fatimiyah, propaganda yang dilakukan sakte ismailiyah dengan baik dan terorganisir membuat propaganda ini sukses, yang tidak terlepas dari sosok propagandis ulung yaitu Abu abdullah Al husain al sa’id ia merupakan penduduk asli yaman.
Ia mulai melakukan gerakan propaganda pada awal abad ke-9, ia mengklaim dirinya sebagai Imam Mahdi dan menghasut suku Berber di Afrika Utara melalui pidatonya yang berkobar-kobar yaitu tepatnya di daerah Tunisia. Setelah sukses malakukan propaganda ia al syi’i menulis surat untu dikirim kepada sa’id ibn husain yang intinya memberi kabar tentang keberhasialan propaganda yang dilakukanya, setelah menerima surat tersebut segera sa’id ibn Husain pergi meninggalkan markasnya di Salamiyah untuk segera menuju ke Tunisia dengan menyamar sebagai pedagang.
Setelah sampai di Tunisia ia segera merencanakan untuk melakukan gerakan penggempuran ke Aglabhiyah sebuah Dinasti Sunni terakhir di Afrika yang menguasai daerah tersebut. Akhirnya pada tahun 909M berdirilah kerajaan/ Dinasti Fatimiyah setelah mampu mengalahkan dengan bantuan kaum Berber ai berhasil mengalahkan gubernur-gubernur di Aglabiyah dan akhirnya dapat mengalahkan Ziadatullah. Kemudian, Sa’id diproklamasikan sebagai imam pertama dengan gelar Ubaidillah al Mahdi.
1. Perjalanan Pemerintahan
a. Fase Konsolidasi (969-1021 M).
Pada fase ini sempat terjadi perang saudara antara Turki dan Barbar, yang keduanya merupakan kelompok yang turut mendirikan Dinasti Fathimiyyah. Barbar memberikan dukungan sepenuhnya kepada Daulah Fathimiyyah karena awalnya Barbar-lah yang mengusai anggota pemerintahan. Banyak diantara bangsa Barbar yang diangkat menjadi pemerintahan. Keadaan ini berlangsung sampai masa pemerintahan Al – Muizz li Dinillah. Sedangkan pada masa pemerintahan Az Zahir dan Al – Munthasir Khalifah lebih dekat dengan keturunan Turki. Sehingga muncullah dua kekuatan besar yaitu Turki dan Barbar, sejak saat itulah Barbar kehilangan kedudukan dalam pemerintahan. Untuk lebih mengenal keadaan dalam fase ini, baik tentang pemimpin/khalifah, roda pemerintahan, kebijakan pemerintah, dan situasi yang dihadapinya, akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Ubaidillah al-Mahdi
Ubaidillah al–Mahdi adalah Khalifah pertama Dinasti Fathimiyyah. Ia datang dari Afrika Utara, dimana propaganda Syi’i telah menciptakan kondisi yang baik bagi kedatangannya. Dengan dukungan kaum Barbar Ketama, dan menumbangkan Gubernur-Gubernur Aghlabiyah di Ifriqiyyah dan Rustamiyah Khariji di Tahari, dan menjadikan Idrisiyah Fez sebagai penguasa bawahannya. Pada tahun 909 M, dialah yang memproklamasikan berdirinya khilafah Fathimiyyah yang terlepas dari kekuasaan Abbasiyah. Ia dibantu oleh Abdullah Asy-Syafi’i dalam mengkonsolidasikan khilafahannya di Tunisia. Dalam proses tersebut, pada tahun 920 M, ia telah berhasil mendirikan sebuah kota yang baru dan dijadikan sebagai ibukota, yaitu Mahdiah yang terletak di pesisir pantai Tunisia. Selama menjalankan pemerintahannya, ia telah berhasil menghalau para pemberontak yang dipimpin oleh Abu Abdullah al Husyain dan memperluas wilayahnya sampai propinsi Fez di Maroko bahkan telah merebut Alexandria. Perlawanan juga datang dari kelompok pendukung Abbasiyah, kelompok yang berafiliasi ke Dinasti Umaiyah di Andalusia maupun kelompok Khawarij dan Barbar.
2) Al–Qa’im ((924-946 M)
Setelah al–Mahdi meninggal, ia diganti oleh putranya yang bernama Abdul Qasim dan bergelar Al–Qa’im. Ia meneruskan kebijakan yang diambil ayahnya dengan mengirimkan armadanya dan mampu menghancurkan pesisir selatan Perancis, Genoa dan sepanjang pesisir Calabria tahun 934 M. Akan Tetapi ia tidak berhasil dalam memadamkan pemberontakan oleh Abu Yazid yang berlangsung selama tujuh tahun. Abu Yazid yang berulangkali menaklukan pasukan Al–Qa’im akhirnya berhasil mengepung Susa. Dengan wafatnya Al–Qa’im pada tahun 946 M, maka berakhirlah kekuasaannya dan dilanjutkan oleh putranya Al–Manshur.
3) Al-Manshur
Perjuangan yang dilakukan oleh ayahnya telah mencapai keberhasilan yang gemilang dibawah kekuasaannya. Ia adalah seorang pemuda yang cerdik dan energik hingga ia berhasil menghentikan pemberontakan Abu Yazid yang terjadi di masa pemerintahan ayahnya. Ia berhasil menundukkan Abu Yazid dan pasukannya. Bahkan mereka turut membantu ekspansi hingga ke seluruh Afrika, disanalah ia membuat kota yang diberi nama al–Mashuriyah.
4) Al–Mu’iz (953-975 M)
Keberhasilan yang telah dicapai Al–Manshur dilanjutkan oleh putranya yang bernama Abu Tamim Ma’ad dengan gelar al Mu’iz. Ia telah membuat pencerahan pada Dinasti Fathimiyyah, dengan melaksanakan kebijaksanaan besar, yaitu :
Pembaharuan dalam bidang administrasi dengan mengangkat seorang wazir (menteri) untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraan.
Pembangunan ekonomi, dengan memberi gaji khusus pada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya.
Toleransi beragama (juga aliran) dengan mengadakan empat lembaga, peradilan di Mesir, dua untuk madhab syi’ah dan untuk madhab sunni, Setelah basis kekuasaan di Tunis kuat, Khalifah Fathimiyyah dapat menguasai Mesir pada tahun 969 M. Penguasaan ini diawali dengan diutusnya panglima Jauhar al–Katib as– Siqili dengan perlengkapan dan kekayaan yang diperoleh dari basis mereka di Ifriqiyah sebagai persiapan ke arah Timur. Jauhar berhasil memasuki Fustat dan menyingkirkan Dinasti Ikhsidiyyah. Setelah Mesir dapat dikuasai, ia membangun sebuah ibukota baru di Mesir yaitu Kairo Baru (al–Qahirah,artinya yang berjaya).
Kairo dibangun dengan sejumlah istana kebesaran dan masjid-masjid agung yang merupakan sebuah kota kerajaan yang dirancang sebagai wujud bagi kebesaran kerajaan Masjid itu adalah masjid Al Azhar yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pengembangan ilmu pengetahuan dan selanjutnya masjid ini menjadi sebuah akademik dan pada kurun waktu itu Al Azhar menjadi Universitas yang sangatterkenal dikalangan akademik Selama 23 tahun, masa kepemimpinan al-Mu’iz, pemerintahannya berjalan gemilang. Ia meninggal pada tahun 975 M. Dialah Khalifah termashur dalam kekhalifahan Fathimiyyah di Mesir. Ia mempunyai kelebihan–kelebihan baik di bidang seni, satra dan pengajaran ditambah dengan pengetahuannya yang luas, maka tidak heran jika pada masa Al–Muiz inilah awal kemajuan Fathimiyyah.
5) Al–‘Aziz (975-996 M)
Dalam pemerintahannya, al-Aziz sangat liberal dan memberikan kebebasan kepada setiap agama untuk berkembang, bahkan ia telah mengangkat seorang wazirnya dari pemelik agama Kristen yang bernama Isa Ibnu Nastur. Disamping itu, manasah seorang Yahudi diberi jabatan tinggi di istana. Pada pemerintahan al-Aziz ini kedamaian antar umat beragama terjalin dengan baik dalam waktu yang cukup lama.
6) Al-Hakim (996-1021 M)
Al–Hakim adalah seorang penguasa yang sangat kejam dan eksentrik. Ia membunuh sejumlah tokoh kerajaan tanpa alasan. Ini disebabkan karena usianya yang masih muda (11 tahun) ketika menjadi penguasa menggantikan ayahnya pada tahun 996 M, sehingga dengan mudah gubernurnya yang tak bermoral yang bernama Barjawan dapat menguasainya dengan penuh.
Pada awal pemerintahannya, tidak ada kestabilan. Secara komparatif kaum kristen dan Yahudi diperlakukan dengan baik. Bahkan sebagian dari mereka menduduki jabatan yang tinggi dalam negara. Selama pemerintahan Al–Hakimlah gerakan religius Syi’i yang ekstrem, yaitu Druze muncul di Suriah Selatan dan Lebanon, karena Al–Hakim memberikan semangat pada pendirinya, yaitu da’i Al–Darazi, maka Druze memandang Khalifah Al–Hakim sebagai titisan Tuhan.
Meskipun kekejaman mewarnai kekhalifahannya, ia berhasil membangun banyak masjid, dan bangunan yang paling terkenal sampai sekarang yaitu Dar al-Hikmah yang dibangun tahun 1306 M, tempat bertemunya berbagai pujangga dan mempromosikan pendidikan dan Syiah.
b. Fase Parlementer
Setelah melalui fase konsolidasi, selanjutnya Dinasti Fathimiyyah memasuki fase parlementer. Suatu fase dimana banyak sekali muncul permasalahan–permasalahan yang rumit sebagai suatu kelanjutan dari kekuasaan/kejayaan yang dicapai pada fase konsolidasi. Masa ini disebut juga dengan “Ahdu Mufuzil Awzara” atau masa pengaruh menteri-menteri mulai dari Az Zahir, sampai dengan Al ‘Adhid.
Pada fase ini memperlihatkan kemunduran tatanan politik, yakni periode peperangan antar fraksi-fraksi militer dan pembagian negeri ini menjadi sejumlah iqta’ yang dikuasai oleh pejabat-pejabat-pejabat militer yang berpengaruh (Lapidus, 1999: 538). Sebuah peperangan telah terjadi dalam fase ini yakni perang Salib. Perang yang terjadi di awal kekuasaan al-Munthasir ini diawali dengan ekspansi yang dilakukan Fathimiyyah dari Mesir sampai ke Palestina dan Syiria.
Perang Salib semula terbentuk dari serangan balik bangsa Eropa yang bersifat umum terhadap kekuatan Muslim di wilayah Laut Tengah. Terjadinya aksi Salib (Crusade) pertama pada akhir abad kelima, dan ini lebih mengancam penguasa-penguasa Turki di Syiria daripada Fathimiyyah, karena sebetulnya saat itu Fathimiyyah tidak menguasai wilayah di Utara Asealon di Palestina. Melalui jalur laut dan darat pasukan Eropa bergerak ke arah timur. Antara 1099-1109 M mereka menaklukan Edessa, Antioch, dan Tripoli, dan mendirikan sebuah kerajaan Latin di Yerussalem. Dewan pendeta Latin menguasai pemerintahan Kristen di kota suci ini, tetapi sekte-sekte Kristen timur tidak disisihkan begitu saja.
Respon Muslim terhadap perang Salib ini cukup lamban, bahkan respon tersebutcenderung pada upaya pengaturan Mesir dan Syiria kedalam sebuah imperium Muslim.Daerah-daerah yang merasa tidak mampu menghadapi ancaman perang Salib membukapintu untuk mengadakan kerjasama militer dengan negara-negara Islam lainnya. Namun secara bertahap serangan balik Muslim semakin gencar yang dapatdigambarkan melalui tiga fase Fase pertama terjadi sebelumFathimiyyah ditaklukan oleh Ayyubiyah. Sedangkan pada fase kedua dan ketiga Nur Al Din sudah mulai berkuasa.
B. Puncak Kejayaan Dinasti Fatimiyah
Setelah menguasai mesir selam empat tahun (antara tahun 969-973 masehi), dinasti fatimiyah telah mengalami masa kejayaan yang ditandai dengan berpeindahnya pusat pemerintahan ke Kairo pada tahun 973 M sumbangan dinasti fatimiyah terhadap Islam sangat besar, baik dalam sistem pemerintahanmaupun dalam bidang keilmuan. Maupun dalam bidang keilmuan. Kemajuan yang terlihat pada masa khalifah Al Aziz yang bijaksana diantaranya sebagai berikut:
a. Bidang ilmu pengetahuan dan kesusastraan
Di Bidang Keilmuan dan Kesusastraan. Ilmuwan yang paling terkenal pada masa Fatimiyah adalah Yakub Ibnu Killis yang berhasil membangun akademi keilmuan dan melahirkan ahli fisika bernama al-Tamimi dan juga seorang ahli sejarah yaitu Muhammad ibnu Yusuf al-Kindi dan seorang ahli sastra yang muncul pada masa Fatimiyah adalah al-Azis yang berhasil membangun masjid al-Azhar. Kemajuan yang paling fundamental di bidang keilmuan adalah didirikannya lembaga keilmuan yang bernama Darul Hikam, serta pengembangan ilmu astronomi oleh ahli ibnu Yunus dan Ali al-Hasan dan Ibnu Hayam karyanya tentang tematik, astronomi, filsafat fan kedokteran telah dihasilkan pada masa al-Mansur terdapat perpustakaan yang di dalamnya berisi 200.000 buku dan 2400 illumited al-Qur’an.
b. Bidang ekonomi dan sosial
Di Bidang Ekonomi dan Sosial, Mesir mengalami kemakmuran ekonomi yang mengungguli daerah-daerah lainnya dan hubungan dagang dengan dunia non-Muslim dibina dengan baik, serta di masa ini pula banyak dihasilkan produk Islam yang terbaik. Dikisahkan pada suatu Festifal, khalifah sangat cerah dan berpakaian indah, istana khalifah dihuni 30.000 orang terdiri 1200 pelayan dan pengawal, juga masjid dan perguruan tinggi, rumah sakit dan pemondokan khalifah yang berukuran sangat besar menghiasi kota Kairo baru, pemandian umum yang dibangun dengan baik, pasar yang mempunyai 20.000 toko luar biasa besarnya dan dipenuhi berbagai produk dari seluruh dunia.
c. Bidang Pemerintahan
Bentuk pemerintahan pada masa Fatimiyah merupakan suatu bentuk pemerintahan yang dianggap sebagai pola baru dalam sejarah Mesir. Dalam pelaksanaannya khalifah adalah kepala yang bersifat temporal dan spiritual. Pengangkatan dan pemecatan pejabat tinggi berada di bawah control kekuasaan khalifah. Menteri-menteri (wazir) kakhalifahan dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok militer (urusan tentara, perang, pengawal rumah tangga khalifah dan semua permasalahan yang menyangkut keamanan) dan sipil/ketentaraan (amir-amir yang terdiri dari pejabat-pejabat tinggi dan pengawal khalifah, para opsir jaga, berbagai resimen yang bertugas sebagai hafidzah, juyutsiyah dan sudaniyah).
d. Bidang arsitektur dan seni
Para kholifah fatimiyah mengalir darah seni. Ketertarikanya terhadap bidang arsitektur dan seni terlihat dengan adanya gedung dan bangunan yang mempunyai nilai seni diantaranya adalah masjid-masjid seperti al-Azhar, disamping itu terdapat gedung-gedung yang terkenal seperti gedung emas, gedung pembuat mata uang, gedung perpustakaan. Semua bangunan tersebut dibangun sangat megah sehingga membuat orang kagun ketika melihatnya. Perkembangan seni bukan hanya terbatas kepada bangunan saja akan tetapi meliputi seni ukir keramik, tembikar juga sudah dikenal pada saat itu.
C. Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Umayah
Sesudah berakhirnya masa pemerintahan Al-Aziz, pamor Dinasti Fatimiyyah mulai menurun. Kalaupun pada masa al-Munthasir sempat mengalami kejayaan, itu tidaklah seperti apa yang telah dicapai oleh al-Aziz. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti Fathimiyah adalah :
Para penguasa yang selalu tenggelam dalam kehidupan yang mewah.
Adanya pemaksaan ideologi Syi’ah kepada masyarakat yang mayoritas Sunni.
Terjadinya persaingan perebutan wazir.
Kondisi al-‘Adhid (dalam keadaan sakit) yang dimanfaatkan oleh Nur ad-Din.
Dalam kondisi khilafah yang sedang lemah, konflik kepentingan yang berkepanjangan diantara pejabat dan militer. Merasa tidak sanggup, akhirnya al-Zafir meminta bantuan kepada Nur al-Din dengan pasukan yang dipimpin oleh Salahuddin Al-Ayyubi. Mula-mula ia berhasil membendung invasi tentara Salib ke Mesir. Akan tetapi kedatangan Salahuddin untuk yang kedua kalinya tidak hanya memerangi pasukan Salib, tetapi untuk menguasai Mesir. Dengan dikalahkannya tentara Salib sekaligus dikuasainya Mesir, maka berakhirlah riwayat Dinasti Fatimiyah di Mesir pada tahun 1171 M yang telah bertahan selama 262 tahun.
BAB III
PENUTUP
Dinasti Fatimiyah adalah satu-satunya Dinasti Syi’ah dalam Islam. dinasti ini didirikan di Tunisia pada 909 M, sebagai tandingan bagi penguasa dunia muslim saat itu yang terpusat di Baghdad, yaitu Bani Abbasiyah. Dinasti Fatimiyah didirikan oleh Sa’id Ibn Husayn, kemungkinan keturunan pendiri kedua sekte Ismailiya, seorang Persia yang bernama Abdullah Ibn Maymun. Bentuk pemerintahan Dinasti Fathimiyah adalah monarki, dengan distribusi kewenagan meliputi eksekutif dan Yudikatif serta memiliki struktur kenegaraan terdiri dari pemerintah pusat yang dipegang oleh seorang Khalifah dan pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang gubernur. Khalifah pada masa dinasti Fathimiyah memegang peranan sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan dimana dalam memerintah dibantu oleh seorang menteri.
Dalam perkembangannya, Dinasti Fatimiyah mengalami perpecahan dalam tubuhnya sendiri sehingga tidak bisa mengantisipasi ancaman yang datang dari luar. Kondisi yang lemah ini dimanfaatkan dengan baik oleh Salahuddin Al-Ayyubi untuk dapat menaklukkan Dinasti Fatimiyah di Mesir. Diantara para khalifah Fatimiyah yang mengalami kemajuan dalam sistem pemerintahan maupun dalam bidang keilmuan yaitu khalifah Al-Aziz, kahlifah ini adalah yang paling bijaksana dan paling murah hati.
DAFTAR PUSTAKA
C.E.Bosworth. 1980. Dinasti-Dinasti Islam. Bandung: Mizan.
Hitti, Philip K. 2006. History Of Arab. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Watt, W. Montgomery. 1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana.
http://duscikceolah.wordpress.com/2010/09/01/sistem-politik-pemerintahan-dinasti-fathimiyah/
http://id.wikipedia.org
Komentar
Posting Komentar