pemikiran Jahm bin sofyan


Pembahasan
oleh:
Moh Teguh Prasetyo
History and civilization Faculity
A.                Pengertian Jabariah
Kata "Jabariyah" berasal dari kata bahasa arab "Jabara" yang artinya memaksa. Dan yang dimaksud adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang berfaham bahwa semua perbuatan manusia bukan atas kehendak sendiri, namun ditentukan oleh Allah SWT. Dalam arti bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik perbuatan buruk, jahat dan baik semuanya telah ditentukan oleh Allah SWT dan bukan atas kehendak atau adanya campur tangan manusia.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori pertama kali oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shufwan dari Khurasan. Dalam perkembangan selanjutnya faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin Dirrar.
Mengenai kemunculan faham al-jabar ini, para ahli sejarah pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Di antara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam. Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginannya sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka kepada sikap fatalism.
Faham Jabariyah ini terpecah menjadi dua aliran, moderat dan ekstrim, aliran ekstrim : Aliran Jahmiyah, yang dipimpin oleh Jaham bin Safwan, Aliran Najjariyah, yang dipimpin oleh Husein bin Muhammad an Najjar, Aliran Dlirariyah, yang dipimpin oleh Dlirar bin Umar, Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan indera keenam dan perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak..  Ketiga firqah ini memiliki ajaran-ajarannya masing. Namun yang akan kita bahas kali ini adalah Jahm Bin Sofyan untuk tolong abaikan yang lain dan perhatikan dengan saksama dan fokus dakam pembahasan ini.
B.                 Pemikiran dan Doktrin Jahm bin sofyan
Al Jahm bin Sofyan (127 H-745 M) adalah orang yang menonjol dan paling dalam pengaruhnya. Ia menganut paham Jabariyah. Ia telah dikenal bahkan ia mendirikan kelompok Jahmiah yang hidup beberapa waktu sesudah ia meninggal. Al-Jahm tidak mengingkari kekuasaan, kehendak dan kebebasan individu, hanya saja mengembalikan semua pada Allah. Dengan demikian ia dianggap sebagai pendukung Jabariah murni. Hal ini ditentang oleh Jabariah moderat, yaitu aliran yang menetapkan bahwa manusia mempunyai kemampuan yang tidak berpengaruh.
Jahm bin Shofwan dengan pendaptnya adalah bahwa manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga dan nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat kelak. Aliran ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah atau Jabariyah Khalisah.
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut:
1)      Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa.Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
2)      Surga dan neraka tidak dikekal. Tidak kekal selain Tuhan
3)      Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati.
4)      Dalam hal ini pendapatnya sama dengan konsep iman yang diajukan kaum Murjiyah.
5)      Kalam Tuhan adalah makhluk.Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara,mendengar,dan melihat.

            Begitu pula Tuhan tidak dilihat dengan indra mata diakhirat kelak, jahm juga berpendapat bahwa Syurga dan Neraka tidak kekal, bagi jamh tidak ada sesuatu yang kekal kecuali Allah. Kata Khulud dalam al-quran tidak berarti kekal abadi (al-Baqa ‘ al-Mutlak), tetapi berarti lama sekali (Thul al-muks). Dengan demikian penghuni Syurga dan penghuni Neraka tidak pula kekal. Keadaan mereka di Neraka maupun di Syurga akan terputus kerena tidak ada gerak yang tidak berakhir, jamh memperkuat pendapatnya dengan ayat:
 
šúïÏ$Î#»yz $pÏù $tB ÏMtB#yŠ ÝVºuuK¡¡9$# ÞÚöF{$#ur žwÎ) $tB uä!$x© y7/u 4 ¨bÎ) y7­/u ×j ß  
Artinya:Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi,  kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki.(QS. Hud:107)[1] .
 Aliran Jahmiyah
1)                  Penggunaan Takwil. Artinya, Allah tidak dapat disifati dengan sifat-sifat makhluk. Dan karena itu ia menakwilkan sifat-sifat Allah yang ada persamaannya dengan sifat-sifat manusia. Akibatnya dia tidak mengakui Alquran sebagai kalam Allah yang qadim, karena yang qadim itu hanya Allah saja. Jadi Alquran itu makhluk.
2)   Surga dan neraka tidak kekal. Akan datang suatu masa yang padanya  surga dan neraka akan fana dengan segala isinya dan yang tinggal kekal hanya Allah saja. Selain dari Allah, semuanya akan binasa. Kata khulud  (خلود) yang disebut dalam firman Allah (dalam surat al-Bayyinah/98:6 dan 8) untuk segala isi surga dan neraka ditakwilkan dengan makna “lama tinggal” (طول المدّة) bukan dengan arti “selama-lamanya” (دوام).
3)   Iman. Menurut pendapat Jaham bin Safwam, iman itu adalah ma’rifah atau pengakuan hati saja akan wujud Allah dan kerasulan Nabi Muhammad. Ucapan dengan lisan akan dua kalimah syahadat dan pengamalan dengan anggota badan akan ajaran Islam seperti shalat, puasa, dan sebagainya bukan daripada iman
4)   Ma’rifah iman itu wajib berdasarkan akal sebelum turunnya wahyu atau kedatangan Rasul. Pendapat ini juga terdapat kemudian dalam Mazhab Mu’tazilah. Setiap orang yang membela kebenaran Islam terhadap kepercayaan yang lain dan juga bagi orang yang menakwilkan ayat-ayat Alquran, maka wajib atasnya berpegang kepada kaidah-kaidah akal. [2]














Kesimpulan
Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa aliran jabariyah adalah aliran yang memuja kehendak diman manusia tidak daat melakukan apa-apa seperti kapas putih dihati dan tidak akan berubah begitulah penisbatan menegenai aliran jabariyah sedangkan tokoh dan yang ter famous adalh Jahm bin Sofyan yang juga penyebar dari  ajaran jabariyah ini dengan pokok pemikiranya.
1)      Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa.Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
2)      Surga dan neraka tidak dikekal. Tidak kekal selain Tuhan
3)      Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati.
4)      Dalam hal ini pendapatnya sama dengan konsep iman yang diajukan kaum Murjiyah.
5)      Kalam Tuhan adalah makhluk.Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara,mendengar,dan melihat.

Sedangkan alairan jabariyah sendiri dengan perkembanganya terdapat yang moderat juga dengan berfijir agak fleksibel aliran moderat ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan. Tokoh yang berpaham seperti ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak dapat dilihat di akherat.

.


[1] Abbas Tekeng, ilmu kalam, Kendari: Rajawali Grafindo Persada 2000, h.47
[2] Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1997)h  23-24

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HISTORIOGRAFI KONTEMPORER DAN PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK ERA REFORMASI

Santo Agustinus Filsafat Sejarah

ekonomi islam pada masa Abu Bakar