radikalisme

MUNCULNYA GERAKAN RADIKALISME
ISLAM PASCA ORDE BARU



oleh
Moh Teguh Prasetyo

Pedahuluan
Latarbelakang
Kemunculan organisasi-organisasi Islam radikal pada awal era Reformasi cukup mengejutkan, terutama karena mereka tumbuh bersama dengan dimulainya proses demokratisasi itu sendiri. Gerakan-gerakan ini akhirnya menjadi gerakan pendompleng demokrasi yang sesungguhnya memiliki agenda menghancurkan demokrasi. Mereka mengorganisir massa dengan kerangka anti demokrasi dan acapkali melanggar tabu-tabu demokrasi melalui gerakan pemaksaan pemikiran dan ideologi. Ada sejumlah penjelasan kenapa radikalisme muncul pada masyarakat Muslim justru ketika masyarakat itu mulai membuka kran demokrasi. Salah satu faktor terpenting munculnya radikalisme justru adalah demokrasi itu sendiri (Quintan Wiktorowicz). Di masa kekuasaan otoriter, gerakan Islam radikal tidak bisa muncul karena direpresi oleh penguasa. Struktur kesempatan politik (political opportunity structure) yang diberikan oleh demokrasi menyebabkan gerakan radikal begitu marak di semua negara Muslim.
Pergolakan yang sama terjadi di Tasikmalaya, 26 Desember 1996. Karawang juga mengalami hal serupa pada tahun 1997. 13-15 Mei 1998, terjadi kerusuhan massal di Jakarta, peristiwa itu kemudian dikenal sebagai “Tragedi Mei.” Tragedi Mei juga terjadi di Solo, Surabaya, Palembang, Medan, Ambon dan Makassar. Peristiwa itu membawa korban etnis Cina yang tidak sedikit, baik dalam bentuk penjarahan, pengrusakan, pembakaran, maupun pemerkosaan. Di Maluku Utara, terjadi kerusuhan agama antara kaum Muslim dan Kristen yang dimulai pada tanggal 19 Januari 1999, di mana ekses kerusuhannya masih terasa sampai sekarang. Kompleks Doulus Jalan Cipayung Jakarta Timur juga dilanda kerusuhan bernuansa SARA, Desember 1999.
Pembahasan
Munculnya Gerakan Radikalisme Islam Pasca Orde Baru
A.    Latar belakang munculnya radikalisme
Sepuluh tahun terkhir dunia (Islam), termasuk Indonesia, terus diguncang berbagai tindakan terorisme, anarkisme, dan radikalisme beragama. Realitas ini jelas bukan sesuatu yang lumrah dan tidak menyenangkan bahkan justru dapatmenghancurkan citra Islam. Hal itu secara otomatis telah menjadi tugas bagi paraulama dan pemimpin Islam dunia dengan bersama-sama merapatkan barisan, berpegangan tangan untuk maju bersama dalam membangun dan mengembalikan peran dan posisi Islam sebagai agama yang ´rahmatan Lil alamin.
Sehingga kita mulai bertanya mengapa radikalisme agama itu bisa terjadi?Mengapa agama dijadikan kendaraan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai hakiki dari agama itu sendiri? Menurut Horace M.Kallen (1972), radikalisme ditandai tiga kecenderungan umum. Pertama,radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung.Respons ini muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan.Masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yangdapat bertanggung jawab terhadap kelangsungan keadaan yang ditolak. Kedua,radikalisme tak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupayamengganti tatanan lain. Ciri ini menunjukkan dalam radikalisme terkandung pandangan tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat menjadikan tatanan tersebutganti dari tatanan yang sudah ada.[1]
Prof. Dr. H. Afif Muhammad, MA(2004:25) menyatakan bahwa munculnya kelompok-kelompok radikal (dalamIslam) akibat perkembangan sosio-politik yang membuat termarginalisasi, danselanjutnya mengalami kekecewaan, tetapi perkembangan sosial-politik tersebut bukan satu-satunya faktor. Di samping faktor tersebut, masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan kelompok-kelompok radikal, misalnyakesenjangan ekonomi dan ketidak-mampuan sebagian anggota masyarakat untuk memahami perubahan yang demikian cepat terjadi.Selain karena faktor tersebut, radikalisme terjadi karena beberapa faktor lain,yaitu:[2]
a)      Faktor Pemikiran:
Merebaknya dua trend paham yang ada dalam masyarakat Islam, yang pertamamenganggap bahwa agama merupakan penyebab kemunduran ummat Islam.Sehingga jika umat ingin unggul dalam mengejar ketertinggalannya maka ia harusmelepaskan baju agama yang ia miliki saat ini. Pemikiran ini merupakan produk sekularisme yang secara pilosofi anti terhadap agama.Sedang pemikiran yangkedua adalah mereflesikan penentangannya terhadap alam relaitas yangdianggapnya sudah tidak dapat ditolerir lagi, dunia saat ini dipandanganya tidak lagi akan mendatangkan keberkahan dari Allah Swt, penuh dengan kenistaan,sehingga satu-satunya jalan selamat hanyalah kembali kepada agama. Namun jalan menuju kepada agama itu dilakukan dengan cara-cara yang sempit, keras,kaku dan memusuhi segala hal yang berbau modernitas.Pemikiran ini merupakananak kandung dari pada paham fundamentalisme.
b)      Faktor Ekonomi :
Stabilitas politik yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan bagi rakyat adalah cita-cita semua Negara. Kehadiran para pemimpin yang adil, berpihak pada rakyat, tidak semata hobi bertengkar dan menjamin kebebasan danhak-hak rakyat, tentu akan melahirkan kebanggaan dari ada anak negeri untuk selalu membela dan memperjuangkan negaranya. Mereka akan sayang danmenjaga kehormatan negaranya baik dari dalam maupun dar luar. Namunsebaliknya jika politik yang dijalankan adalah politik kotor, politik yang hanya berpihak pada pemilik modal, kekuatan-kekuatan asing, bahkan politik  pembodohan rakyat, maka kondisi ini lambat laun akan melahirkan tindakanskeptis masyarakat. Akan mudah muncul kelompok-kelompok atas nama yang berbeda baik politik, agama ataupun sosial yang mudah saling menghancurkansatu sama lainnya.
c)      Faktor Sosial:
Diantara faktor munculnya pemahaman yang menyimpang adalah adanya kondisikonflik yang sering terjadi di dalam masyarakat. Banyaknya perkara-perkara yangmenyedot perhatian massa yang berhujung pada tindakan-tindakan anarkis, padaakhirnya melahirkan antipati sekelompok orang untuk bersikap bercerai denganmasyarakat. Pada awalnya sikap berpisah dengan masyarakat ini diniatkan untuk menghindari kekacauan yang terjai.Namun lama kelamaan sikap ini berubahmenjadi sikap antipati dan memusuhi masyarakat itu sendiri.
B.     Perkembangan radikalisme di indonesia
Perkembangan Islam di Indonesia pasca di sebarkan oleh para wali ke depannya mengalami kemunduran dalam hal hidup berdampingan dengan penuh kebersamaan ditengah-tengah perbedaan. Setidaknya hal ini dapat dilihat dari awal masuknya Islam di Indonesia (Nusantara). Dalam lembaran sejarah Islam di Indonesia, proses penyebaran agama tersebut terbilang cukup lancar serta tidak menimbulkan konfrontasi dengan para pemeluk agama sebelumnya. Pertama kali masuk melalui Pantai Aceh, Islam dibawa oleh para perantau dari berbagai penjuru, seperti Arab Saudi dan sebagian dari mereka juga ada yang berasal dari Gujarat (India).
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya proses Islamisasi secara damai itu karena kepiawaian para muballigh-nya dalam memilih media dakwah, seperti pendekatan sosial budaya, tata niaga (ekonomi), serta politik. Dalam penggunaan media budaya, sebagian muballigh memanfaatkan wayang sebagai salah satu media dakwah. Dengan ketrampilan yang cukup piawai, Sunan Kalijaga misalnya, mampu menarik simpati rakyat Jawa yang selama ini sudah sangat akrab dengan budaya yang banyak dipengaruhi oleh tradisi Hindu Budha tersebut[3]
Seiring perjalanan waktu, Dalam konteks ke Indonesiaan dakwah dan perkembangan Islam mengalami kemunduran dan penuh dengan penodaan. Gejala kekerasan melalui gerakan radikalisme mulai bermunculan. Terlebih setelah Kehadiran orang-orang Arab muda dari Hadramaut Yaman ke Indonesia yang membawa ideologi baru ke tanah air telah mengubah konstelasi umat Islam di Indonesia. Ideologi baru yang lebih keras dan tidak mengenal toleransi itu banyak dipengaruhi oleh mazhab pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang saat ini menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi. Padahal sebelumnya hampir semua para pendatang Arab yang datang ke Asia Tenggara adalah penganut mazhab Syafi’i yang penuh dengan teloransi. Kelak, ideologi ini melahirkan tokoh semisal Ustadz Abu Bakar Baasyir, Ja’far Umar Talib dan HMohammed Arkoun (1999) melihat fundamentalisme Islam sebagai dua tarikan berseberangan, yakni, masalah ideologisasi dan politis.[4]
Islam selalu akan berada di tengahnya. Manusia tidak selalu paham sungguh akan perkara itu. Bahwa fundamentalisme secara serampangan dipahami bagian substansi ajaran Islam. Sementara fenomena politik dan ideologi terabaikan. Memahami Islam merupakan aktivitas kesadaran yang meliputi konteks sejarah, sosial dan politik. Demikian juga dengan memahami perkembangan fundamentalisme Islam. Tarikan politik dan sosial telah menciptakan bangunan ideologis dalam pikiran manusia. Nyata, Islam tidak pernah menawarkan kekerasan atau radikalisme. Persoalan radikalisme selama ini hanyalah permaianan kekuasaan yang mengental dalam fanatisme akut. Dalam sejarahnya, radikalisme lahir dari persilangan sosial dan politik. Radikalisme Islam Indonesia merupakan realitas tarikan berseberangan itu.[5]
Dalam konstelasi politik Indonesia, masalah radikalisme Islam telah makin membesar karena pendukungnya juga makin meningkat. Akan tetapi gerakan-gerakan ini terkadang berbeda tujuan, serta tidak mempunyai pola yang seragam. Ada yang sekedar memperjuangkan implementasi syari’at Islam tanpa keharusan mendirikan “negara Islam”, namun ada pula yang memperjuangkan berdirinya negara Islam Indonesia:, disamping yang memperjuangkan berdirinya “kekhalifahan Islam’, pola organisasinya pun beragam, mulai dari gerakan moral ideologi seperti Majelis Mujahidin Indonesia dan Hizbut tahrir Indonesia sampai kepada gaya militer seperti Laskar Jihad, FPI dan FPISurakarta.[6]
Ketika kita melihat gerakan-gerakan keagamaan di Indonesia, kita akan banyak menemukan beberapa karakter yang sama baik cara, metode dan model yang sering mereka lakukan. Baik itu gerakan yang baru ataupun yang lama. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar gerakan-gerakan yang diciptakan untuk merespon aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan kehidupan sosial politik yang bisa mendatangkan konsekuensi religiusitas tertentu. Hal ini bisa terjadi, menurut Amin Rais (1984), karena Islam dari sejak kelahirannya bersifat Revolusioner seperti bisa dilihat melalui sejarahnya.
Revolusi adalah suatu pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang dari suatu daerah atau negara terhadap keadaan yang ada, untuk menciptakan peraturan dan tatanan yang diinginkan. Dengan kata lain, revolusi menyiratkan pemberontakan terhadap keadaan yang menguasai, bertujuan menegakkan keadaan yang lain. Karena  itu ada dua penyebab revolusi : (1) ketidak puasan dan kemarahan terhadap keadaan yang ada, (2). Keinginan akan keadaan yang didambakan. Mengenali revolusi artinya mengenali faktor-faktor penyebab ketidakpuasan dan ideal cita-cita rakyat.
Gerakan radikalisme yang muncul di Indonesia sebagian besar adalah berangkat dari ketidak puasan dan adanya keinginan untuk menjadikan atau menerapkan syariat Islam di Indonesia, bagi mereka, terjadinya ketidak adilan, banyaknya korupsi, krisis yang berkepanjagan dan ketidak harmonisan antara kaya dan miskin adalah akibat dari tidak diterapkannya syariat Islam.abib Rizieq Shihab yang dituduh sebagai penganut Islam garis keras.
C.     Dampak radikalisme
Dampak yang dihasilkan dengan adanya gerakan-gerakan Radikalisme ini sangatkompleks, mulai dari bidang politik, sosial, ekonomi dan keamanan.Denganadanya gerakan-gerakan radikalisme juga sesungguhnya hanya menjadi suatu permasalahan yang sangat berat bagi suatu Negara.Dimana ketidakstabilan politik  bisa saja terjadi.Bahkan sampai kepada kedaulatan Negara itu sendiri. Di sisi lainMasyarakat sebagai komponen utama dalam suatu negara mengalamikekhawatiran mengenai keamanan dalam bermasyarakat. Sehingga pada akhirnyaRadikalisme sesungguhnya adalah masalah yang sangat besar dan akan selalu menghantui Negara Indonesia.
Fenomena gerakan keagamaan radikal ini dan terlibatnya sebagian aktivis muslim dalam pergerakan tersebut, justru menimbulkan anggapan dan pandangan bahwa Islam adalah agama yang kasar, tidak manusiawi, tidak toleran, dan sebagaianya. Cara-cara radikal dalam beragama ini tidak akan membawa kemashlahatan bagi kemajuan peradaban manusia dan kemajuan dakwah. Namun hal ini, justru akan menjadikan posisi umat Islam kian tersudut.
D.    Analisis
Pada masa Orba[7] gerakan radikalisme tidak berani secara terang-terangan melkukan gerakan dakwah maupun Actionnya mereka melakukan hal tersebut secara sembunyi-sembunyyi atau bisa juga dikatakan gerakan bawah tanah. Kita pasti betanya-tanya pada diri kita sendiri-sendiri mengapa hal tersebut sangat berbeda ketika pasca Orba, ketika pasca orba keran kebebasan berekspresi benar-benar dibuka setiap warga negara berhak mengekspresikan dirinya dalam batasan-batasan traktat demokrsi akan tetapi bila kita flasback mak sangat berbeda bila kita kebebasan Orba dimana kebebasan berekspresi sangat dikekang dalam aritian semua hal selalu diawasi oleh pemerintah sehingga kontrol terhadap ormas sangat ketat.
Agaknya kesempatan demikian yang didapat dalam keran demokrasi membuat gerakan radikal semakin berkembang, mereka melakuka gerakan dakwah nya semakain gencar dengan kedok organisasi kemasrakatan dan sosial keagamaan mreka menyebarkan doktrin kekerasan hal ini yang membuat sustu wacana baru yang cukup menarik. Setiap gerakan radikal di Indonesia mempunyai maksud tersendiri denagn dilatar belakangi oleh dasar ideologis gerkan atau aqidah yang diyakini oleh kelompok mereka, baik itu dilatar belakangi oleh: Ideologis, ekonomi, gerakan kegamaan, maupun sosial budaya. Ideologi kekerasan yang mereka usung dapat meretakkan persatuan indonesia dalam bingkai kebhinekaan bangsa Indonesi karena meraka tidak mengusung dasar esensi dari ajaran Islam yaitu ” menghargai perbedaan” akan tetapi mereka menerapkan sikap anarki dari pada dari pada konsep prularisme menurut Islam maupun secara universal.


Penutup
Simpulan
Perkembangan radikalisme semakin pesat ketika tumbangnya Orde Baru.Karena padasaat pemerintahan Presiden Soeharto tekanan terus terjadi kepadamasyarakat.Masyarakat tidak dapat menggunakan hak-haknya untuk menyampaikan pendapat dengan baik.Adapun gerakan radikal pada saat itu dicurigai muncul atasrekayasa oleh militer atau melalui intelejen.Tujuannya sendiri adalah untuk mendiskreditkan Islam. Sehingga ketika tumbangnya Orde Baru, maka masyarakatmenerima dengan sangat baik.Era Reformasi menjadi salah satu ujung tombak kebebasan masyarakat dimana pemerintah menjunjung tinggi HAM.Dimana di EraReformasi hingga sekaranglah menjamur Radikalisme serta tumbuhnya berbagaimacam ormas atau gerakan-gerakan Radikal.
Aksi radikal seringkali dikaitkan denganmasalah agama, khususnya agama Islam, seperti aksi terorisme yang berkedok ajaran jihad.Apapun alasannya, tindakan radikalisme harus dicegah dan dilawan bersamaoleh pemerintah dan masyarakat, karena dapat menjadi ancaman serius bagi integritaskedaulatan bangsa.Sesungguhnya paham radikal ini tak lepas dari pengaruh globalisasi dan kebebasan berdemokrasi dengan mengatasnamakan HAM. Gerakan radikalisme islam diIndonesia muncul bukan hanya terjadi di Timur Tengah tetapi juga di Negara lainyang penduduk islam. Meskipun ada perbedaan kultural dan mungkin juga tentang pemahaman islam itu sendiri. Gerakan radikalisme ini mepunyai tujuan yang samadengan paham fundamentalisme.Hingga pada akhirnya radikalisme yang berujung pada anarkisme, kekerasan dan bahkan terorisme memberi stigma kepada agama-agama yang dipeluk oleh terorisme.

DAFTAR PUSTAKA
Afadal dkk, Islam dan radikalisme di indonesia, LIPI press: Jakarta 2005.
M. Zaki Mubarak, Geneologi Islam Radikal di Indonesia,  Jakarta :LP3ES, 2008.
  Murthadha Muthahhari, Falsafah Pergerakan Islam, Peny : Muhammad Siddik, Jakarta : Mizan, Cet.3 1993.
IAIN Syarif Hidayatullah, “Ensiklopedi Islam Indonesia”, Djambatan, Jakarta 1992.
Radikalisme Agama di Indonesia sebagai Bom waktu, Oleh Bestson Manurung padahttp://bestsonmanurung.blogspot.com/2006/04/radikalisme-agama-di indonesia-sebuah.html
Dikutip dari Artikel: Faktor-faktor penyulut Radikalisme Agama: Oleh Ustadz Muladi,padahttp://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1265:faktor-faktor-penyulut radikalismeagama&catid=22:pengajian.


[1] Radikalisme Agama di Indonesia sebagai Bom waktu, Oleh Bestson Manurung padahttp://bestsonmanurung.blogspot.com/2006/04/radikalisme-agama-di indonesia-sebuah.html
[2] Dikutip dari Artikel Faktor-faktor penyulut Radikalisme Agama Oleh Ustadz Muladi Mughni, Lc. padahttp://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1265:faktor-faktor- penyulut-radikalisme-agama&catid=22:pengajian
[3] IAIN Syarif Hidayatullah, “Ensiklopedi Islam Indonesia”, Djambatan, Jakarta, 1992 hal 30
[4] Afadal dkk, Islam dan radikalisme di indonesia, LIPI press: Jakarta 2005, hal 33
[5] M. Zaki Mubarak, Geneologi Islam Radikal di Indonesia, ( Jakarta :LP3ES, 2008).hal 5
[6] Murthadha Muthahhari, Falsafah Pergerakan Islam, Peny : Muhammad Siddik, (Jakarta : Mizan, Cet.3 1993), hlm,16.
[7] Orba(orde baru)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HISTORIOGRAFI KONTEMPORER DAN PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK ERA REFORMASI

Santo Agustinus Filsafat Sejarah

ekonomi islam pada masa Abu Bakar