deni

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan sampai ke Indonesia melalui para pedagang dan alim ulama yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat cara persebarannya adalah sebagai berikut:
1. Melalui perdagangan
2. Pendidikan (pesantren)
3. Pernikahan
4. Dakwah
5. Melalui alkulturasi budaya (Amin, 1995:29).
Dari cara penyebara di atas dapat disimpulkan bahwa islam merupakan suatu agama yang lentur dan tidak memaksa bagi calon pemluknya tetapi Islam dengan sendirinya dapat mengambil simpati masarakat setempat. Para ulama menggunakan cara dakwahnya melalui perdagangan, pendidikan, pernikahan,dakwah, dan pendekatan budaya. Semua hal yang tersebut di atas dilakukan para wali untuk untuk menyebarkan agama Islam secara damai, dalam istilah Jawa cara di atas disebut dengan ” kenek iwake ora butek banyune”.
Adapun di karya ilmiah ini akan dibahas Islam di Jawa yang tidak luput dari sembilan orang wali orang jawa biasa menyebutnya dengan Wali Songo. Sebenarnya ulama’-ulama’ yang menyebarkan Islam di Jawa sangat banyak namun yang paling populer adalah sembilan orang wali ini karena karismatiknya dan bobot perjuangan beliau yang sangat luar biasa dan mereka hidup secara bersamaan persis, mereka juga lah yang mempelopori berdirinya kerajaan Islam pertama di Jawa yaitu kerajaan Islam Demak.
Islam masuk di Jawa karena adanya kerja keras dari para ulama khususnya Wali Songo mereka memulai berdakwah dari wilayah pesisir, mereka tinggal di Pantai Utara Jawa dari awal abad 15 sampai pertengahan abad 16 di tiga wilayah penting yakni: Surabaya, Gresik, dan Lamongan di Jawa Timur, Demak, Kudus, dan Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat Mereka adalah para intelektual yang mengenalkan peradaban baru mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian hingga pemerintahan.


BAB 2
ISLAM MASUK DI JAWA

Islam di Jawa merupakan agama yang baru tetapi sebagai agama yang baru Islam dengan cepat dapat mengambil hati dan simpati masyarakat pada saat itu dan dapat mengikis sedikit demi sedikit dominasi agama Hindu-Budha yang menjadi kepercayaan semua masyarakat pada waktu itu.
Seiring mundurnya kekuatan Majapahit, Islam di Jawa semakin berkembang pesat karena kelenturan para pendakwah yang bisanya orang jawa menyebutnya dengan Wali Songo, adapun untuk lebih jelasnya tokoh-tokoh tersebut akan saya uraikan sebagai berikut.
1. Mulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim atau Makhdum As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand Asia Tengah pada paruh awal abad 14. Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi, sebagian rakyat malah menyebutnya kakek bantal Alibaba (2009.Tersedia Online:3) “dia mengatakam bahwa Maulana Malik Ibrahim disebut Kakek Bantal oleh masyarakat setempat” ia bersaudara dengan Maulana Iskhak, Ulama’ terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Iskhak adalah anak dari Ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubro yang menetap di Samarkan dan diyakini sebagai keturunan ke sepuluh dari Sayyidina Khusain, cucu Nabi Muhammad SAW.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang dikenal sebagai Kamboja selama 13 tahun sejak tahun 1379. Ia juga menikahi putri Raja yang memberinya dua orang putra, mereka adalah Raden Rahmad (Sunan Ampel) dan Sayyid Ali Murtadlo (Raden Santri). Mereka cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun1392 M. Maulana Malik Ibrahim Hijrah ke pulau jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang




masih berada dalam kekuasaan Majapahit, Desa Sembalo sekarang adalah daerah Leran kecamatan Manyar 9 km utara kota Gersik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung, warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Maulana Malik Ibrahim juga bersedia mengobati Masyarakat secara gratis. Sebagai Tabib kabarnya Ia pernah diundang untuk mengobati istri Raja yang berasal dari Campa, besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul Masyarakat bawah, kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya yaitu mencari tempat dihati Masyarakat sekitar yang saat itu dilanda krisis ekonomi karena perang saudara. Selesai membangun dan menata Pondokan tempat belajar Agama di Leran tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat, makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gersik, Jawa Timur.
2. Sunan Ampel
Sunan Ampel adalah putra tertua dari Maulana Malik Ibrahim. Dimasa kecilnya Ia dikenal dengan Raden Rahmad, Ia lahir di Campa pada tahun 1401 aydrus (1996:71) ”menytebutkan bahwa Sunan Ampel berasal dari Arab dari keturunan Syarif Ibrahim Asmoro bin Jamaluddin Al kubro” M, nama Ampel sendiri diidentikkan dengan nama tempat bermukim di Daerah Ampel atau Ampel Denta wilayah yang kini menjadi bagian dari kota Surabaya. Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan ampel masuk ke Pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayyid Ali Murtadlo sang adik. Tahun 1440 M sebelum ke Jawa mereka singgah di Palembang, setelah tiga tahun di Palembang kemudian ia melabuh ke daerah Gersik dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa bernama Darawati yang dipersunting salah seorang Raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri Adipati di Tuban. Dari pernikahannya itu dia dikaruniai dua orang putra dan putri, di antaranya yang menjadi penerusnya adalah sunan Bonang dan Sunan Drajad. Ketika Kesultanan Demak hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani berdirinya kerajaan Islam di Jawa. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Fattah putra dari Prabu Brawijaya ke V Raja Majapahit untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit ia membangun dan mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul Masyarakat sekitarnya pada pertengahan abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan Mancanegara. Diantara santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Fattah. Para santri tersebut kemudian disebarkan untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura
Sunan Ampel menganut Fiqih madzhab Hanafi, kepada para santrinya ia hanya mengajarkan hal yang sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dialah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh maen, moh ngombe, moh maleng, moh madat, moh madon). Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel Surabaya.
3. Sunan Giri
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada tahun 1442 M. ada juga yang menyebutnya Jaka Samudera, sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang olaeh keluarga ibunya seorang putrid Raja Blambangan bernama Dewi Sekar Dadu ke Laut. Raden Paku lalu dipungut anak oleh nyai Semboja(Rahimsyah,2004: 30).
Raden Paku diasuh dan dibesarkan oleh nyai Semboja dengan penuh kasih sayang bliau dianggap srperti anak sendiri karena nyai Semboja sangat mengidamkan mempunyai momongan karena itulah nyai Semboja sangat mencintai dan menyayangi Raden Paku.
Ayahnya adalah Maulana Iskhak saudara sekandung maulana malik Ibrahim. Maulana Iskhak berhasil meng Islamkan istrinya, tetapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan istrinya berkelana hingga Samudera Pasai. Sunan iri kecil menuntut ilmu di pesantren Sunan Ampel tempat dimana Raden Fattah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai, setelah merasa cukup ilmu ia membuka pesantren di Desa Sidomukti, selatan Kota Gersik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “Giri”. Maka ia dijuluki sebagai Sunan Giri.

4. Sunan Bonang
Beliau adalah anak Sunan Ampel, yang berarti adalah cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makhdum Ibrahim. Beliau lahir pada tahun 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng manila (Alibaba, 2009: Tersedia Online: 2).
Peninggalan sunan bonang diyakini sanggat bekesan dalam berbagai cara dakwah yang dilakukan oleh para wali lainya. Sunan bonang mrmpunyai banyak peninggalan diantaranya adalah seni musik bonang. Sunan Bonang menyabarkan agama islam dengan cara pendekatan tasawuf, aqidah, kesenian, dan pendekatan budaya, dalam ilmu fiqih bliau sebenarnya menganut fiqih Hanafi namun bliau tidak memaksakan kepada para muridnya untuk nengikutinya.
Menurut Aydrus (1996:4)
Tidak ada seseatu yang lebih kuat dari peninggalan Wali Songgo seperti warisan ilmu yang ditinggalkan oleh Sunan Bonang bin Ahmad Rahmatullah yang ia tinggalkan dalam madhab Syafii yang memuat ilmu ushul fiqih dan tasawuf. Dan ini ini cukup bagi kita. Dan Sunan Bonang sangat dipercaya bilau pernah menjadi seorang mufthi atau pimpinan agama islam di Jawa.
5. Sunan Kali Jaga
Beliau adalah wali yang paling sering disebut namanya oleh masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Adipati Tuban yang bernama Arya Wilatika, keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Pada masa itu Arya Wilatika diperkirakan sudah menganut agama Islam.




Nama kecil sunan Kalijaga adalah Raden Said, ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman. Nama tersebut menurut masyarakat Cirebon berasal dari desa Kali jaga di Cerbon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati, kalangan Jawa sering mengaitkanya dengan wali yang senang berendam di sungai. Namun juga ada yang menyebutnya istilah tersebut berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqoI “ yang menunjukkan statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan (Alibaba, 2009: Blogspot).
Mas hidup Sunan Kalijaga diperkirakan lebih dari 100 tahun dengan demikian ia mengalami masa akhir Majapahit pada tahun 1478 M, Kesultanan Demak, kesultanan Cirebon dan Banten, dan kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran kerajaan Mataram di bawah pimpinan Panembahan Senopati beliau ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal”(pecahan kayu) yang salah satu tiang Masjid Agung Demak adalah kreasi Sunan Kalijaga.(Alibaba, 2009: blogspot).
Dalam dakwah beliau mempunyai pola yang sama dengan Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung sufistik berbasis salaf, beliau juga memilih kesenian dalam berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal beliau berpendapat bahwa masyarakat akan menjauhi diserang pendiriannya Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang.
Maka ajaran sunan Kalijaga terkenal sinkretis dalam mengenalkan Islam beliau menggunakan seni ukir, wayang, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah beliaulah pencipta baju taqwa, perayaan saketan, grebek maulud, Layang kalimasada, lakon wayang Petruk sebagai Raja. Lanskap kota berupa kraton, alun-alun dengan berupa beringin serta masjid yang diyakini sebagai karya sunan Kali jaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif sebagian besar Adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang. Sunan Kalijaga di makamkan di Kadilangu selatan Demak.
6. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir pada tahun 1448 M ibunya adalah Nyai Rara Santang, putrid dari raja pajajaran Raden Manah Rasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Sarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.
Sunan Gunung Jati mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama’ Mesir ia pernah berkelana ke berbagai Negara seiring berdirinya kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu para ulama lain, bliau mendirikan kesultanan Cirebon yang juga dikenal dengan Kesultanan Pangkuwati. Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya sembilan wali yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai seorang putra Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon sampai ke pedalaman Pasundan atau Priangan. Dalam berdakwah ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas namun beliau juga mendekati rakyat dengan cara membangun jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan expedisi ke Banten, penguasa setempat, pucuk umum penguasaan yang sukarela, penguasaan Banten tersebut yang menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.
Pada usia 98 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya hanya untuk menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada pangeran pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon beliau dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.(pijper,1998:35).
7. Sunan Drajat
Nama kecilnya Raden Qosim beliau adalah anak Sunan Ampel dengan demikian beliau bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M. Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun.
Jelog- pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah satu kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur yang kini bernama Desa Drajat Paciran –Lamongan. Dalam pengajaran tauhid dan akidah Sunan Drajat mengambil cara ayahnya langsung dan tidak dengan cara mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi penyampaian kesenian yang dilakukan oleh Sunan Muria terutama seni suluk.
Maka beliau mengubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berikan tongkat pada si buta, beri makan kepada orang yang lapar, beri pakaian kepada orang yang telanjan.” Sunan Drajat juga dikenal sebagai orang yang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya beliau banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin (Rahimsah, 2004 : 40).

8. Sunan Kudus
Nama kecilnya Jaffar Shodiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyai Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi panglima perang Demak.
Sunan Kudus banyak berguru kepada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya meniru pendekatan Sunan Kalijaga sangat toleran kepada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus, itu sebabnya para wali yang kesulitan mencari pendakwah di Kudus yang mayoritas masyarakat berpegang teguh terhadap kepercayaannya maka para wali menunjukannya sebagai pendakwah.
Cara sunan kudus mendekati masyarakat kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindhu-Budha, hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus bentuk menara, gerbang dan pancuran wudhu yang menunjukkan delapan pancaran budha sebagai wujud kompromi yang dilakukan oleh Sunan Kudus. pada suatu hari beliau memancing masyarakat untuk pergi ke Masjid untuk mendengarkan tabligh, untuk bliau sengaja menambatkan sapinya yang dinamakan Kebo Gumarang di halaman Masjid. Orang-orang hindu yang mengagungkan sapi menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengarkan penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqoroh yang berarti” sapi betina” sampai sekarang masyarakat tradisional Kudus masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus menggubah cerita-cerita ketauhidan kisah tersebut disusunnya secara berseri sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari Kholifah Abassiyah, dengan begitulah sunan kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya itu Sunan Kudus berdakwah sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi panglima Kerajaan Demak, beliau juga ikut bertempur saat Demak di bawah pimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Arya Penangsang (Alibaba,2009:blogspot).
9. Sunan Muria
Beliau adalah putri Dewi Saroh adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria sendiri diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota kudus. Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah terpencil dan jauh dari pusat kota dalam menyebarkan agama Islam.
Bergaul dengan rakyat jelata sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya. Sunan Muria sering kali juga dijadikan sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak(1518-1530), beliau terkenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga di sekitar Kudus dan Pati, salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu sinom dan Kinanti.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Islam masuk ke Jawa melalui media Alkulturasi , dakwah, pendidikan, dan pernikahan namun yang paling sukses dari media penyebaran Agama Islam diatas adalah Alkulturasi, sehingga Islam di Jawa mudah diterima oleh masyarakat. Islam juga tidak mengenal tentang adanya kasta dan cara masuknya pun sangat mudah.
Tokoh-Tokoh yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa adalah sembilan orang wali atau orang Jawa menyebutnya dengan Wali Songo, mereka dengan gigih menyebarkan agama Islam di Jawa dengan cara pendekatan budaya dan pendidikan ( pesantren).
Adapun tokoh-tokoh tersebut ada yang berasal dari luar wilayah Nusantara seperti: Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Maulana Makdhun Assamarkandhi. Setelah mereka mendirikan pesantren maka lahirlah para pendakwah-pendakwah handal seperti Sunan Drajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria. Mereka adalah keturunan para Wali dari luar wilayah Nusantara yang sudah menikah dengan orang jawa asli. Mereka para Sunan atau para Wali mengusung peradaban baru mulai dari bercocok tanam, niaga, kesehatan, budaya, kesenian hingga pemerintahan.

DAFTAR PUSTAKA

Alibaba.2009. Sejarah Sembilan wali: Blogspot
Al-Aydrus,Hasan Muhammad 1996.Penyebaran Islam di Asia Tenggara:Lentera




KATA PENGANTAR

Alhamdullilah puji syukur saya panjatkan kepada Allah Swt atas, rahmatnya dan taufiq-Nya penyusunan karya ilmiah ini yang berjudul Islam di Jawa dapat saya selesaikan. Islam di Indonesia khususnya di Jawa merupakan suatu anugerah Allah kepada bangsa Indonesia khususnya jawa karena kita dapat mengenal suatu ajaran agama yang sempurna yakni ajaran Islam.
Masuknya dan berkembangnya Islam di Indonesia khususnya Jawa tidak luput dari sebuah perjuangan para pemuka Islam dan para pedagang Islam yang menyebarkan Islam di Jawa khususnya dan umumnya kepada Indonesia melalui Samudera Pasai yang sekarang menjadi salah satu wilayah Aceh dan menyebar sampai keseluruhan wilayah nusantara.
Namun di karya ilmiah ini akan dipaparkan bagaimana sejarah masuknya Islam di jawa yang tidak luput dari perjuangan para ulama yang bisa di sebut dengan Wali Songo atau para sunan, kata sunan sendiri berasal dari kata susuhunan yang artinya junjungan.
Islam masuk di jawa sebagai agama yang damai karena Islam merupakan ajaran yang cinta terhadap kedamaian dan orang jawa sendiri dikenal sebagai suku yang paling ramah sendiri. Islam masuk di Jawa melalui media pendekatan budaya sehingga Islam masuk dan berkembang pesat di jawa sebagai agama yang besar sampai sekarang.
Terimakasih yang sangat besar kepada orang-orang yang mendukung dan memberi inspirasi bagi saya terutama kepada Bapak. Warsiman, M.Pd. selaku dosen pembimbing Bahasa Indonesia beliau merupakan orang yang berjasa besar dalam penulisan karya ilmiah ini dan juga kepada teman-teman yaitu Ahmad Isroil, Rusdianto dan Hasyim As’ari.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf apabila ada kekeliruan dalam penulisan karya ilmiah ini, semoga karya ilmiah ini berguna bagi orang yang membacanya maupun orang yang mendengarkannya sebagai sebuah wawasan yang berguna.

Surabaya, 11 Januari 2010


Moh. Teguh Prasetyo
























DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II : PEMBAHASAN 2
1.
2.
3.
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HISTORIOGRAFI KONTEMPORER DAN PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK ERA REFORMASI

ekonomi islam pada masa Abu Bakar

Santo Agustinus Filsafat Sejarah