masuk dan berkembangnya islam di indonesia




Pembahasan
Proses Masuk dan Berkembangnya
Agama Islam di Indonesia

A.    Proses Masuknya Agama Islam di Indonesia
Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia berlangsung secara damai hal itu tidak terlepas dari watak bangsa Indonesia yang ramah tamah.[1] terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, maka akan saya jelaskan sebagai berikut.[2]
1. Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan
pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:[3]
a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia,Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang
bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam. Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat.

2. Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat.
Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).[4]
Dasar teori ini adalah:
a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal
dari Mesir.
Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak teori berikutnya.
3. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya
berasal dari Persia (Iran). [5]Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam
Indonesia seperti:
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein
cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu
Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tandatanda
bunyi Harakat.
d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama
salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat. Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).
B.     Proses Awal Penyebaran Islam di Indonesia
1. Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena factor hubungan ekonomi drengan pedagang-rpedrarrgarng Muslim.
2. Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.[6]
Seperti yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain dari saluran perkawinan inilah banyak kesuksesan yang di ambil karena banyak menguntungkan dari regenerasi pendakwah.
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.[7]
4. Saluran prendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.[8]

5. Saluran kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.[9]
6. Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam. erkembangan Islam di Indonesia.[10]
Kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula dengan kerajaan-kerajaan dan daerah yang didatanginya, ia mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Pada waktu kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaannya pada sekitar abad ke-7 dan ke-8, Selat Malaka sudah mulai dilalui oleh para pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdasarkan berita Cina zaman T’ang pada abad-abad tersebut, diduga masyarakat muslim telah ada, baik di kanfu (kanton) maupun di daerah Sumatra sendiri.
Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat atau timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayah di bagian barat maupun kerajaan Cina zaman dinasti T’ang di Asia Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Adalah suatu kemungkinan bahwa menjelang abad ke-10 para pedagang Islam telah menetap di pusat-pusat perdagangan yang penting di kepulauan Indonesia, terutama di pulau-pulau yang terletak di Selat Malaka, terusan sempit dalam rute pelayaran laut dari negeri-negeri Islam ke Cina. Tiga abad kemudian, menurut dokumen-dokumen sejarah tertua, permukiman orang-orang Islam didirikan di Perlak dan Samudra Pasai di Timur Laut pantai Sumatra. Dalam perananya hubungan Nusantara dengan Cina memainkan peranan penting terhadap  dalam proses Islamisasi.[11]

Keterangan lebih lanjut tentang masuknya Islam ke Indonesia ditemukan pada berita dari Marcopolo, bahwa pada tahun 1292 ia pernah singgah di bagian utara daerah Aceh dalam perjalanannya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Di Perlak ia menjumpai penduduk yang telah memeluk Islam dan banyak para pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan agama itu.
Para pedagang muslim menjadi pendukung daerah-daerah Islam yang muncul kemudian, dan daerah yang menyatakan dirinya sebagai kerajaan yang bercorak Islam ialah Samudra Pasai di pesisir timur laut Aceh. Munculnya daerah tersebut sebagai kerajaan Islam yang pertama diperkirakan mulai abad ke-13. Hal itu dimungkinkan dari hasil proses Islamisasi di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi para pedagang muslim sejak abad ketujuh. Sultan yang pertama dari kerajaan Islam Samudra Pasai adalah Sultan Malik al-Saleh yang memerintah pada tahun 1292 hingga 1297. Sultan ini kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad Malik az-Zahir.

2. Pertumbuhan dan Perkembangan Kesultanan-Kesultanan di Indonesia

Kerajaan Islam Samudra Pasai menjadi pusat studi agama Islam dan meru pakan tempat berkumpul para ulama Islam dari berbagai negara Islam untuk berdis kusi tentang masalah-masalah keagamaan dan masalah keduniawian. Berdasarkan berita dari Ibnu Batutah, seorang pengembara asal Maroko yang mengunjungi Samudra Pasai pada 1345, dikabarkan bahwa pada waktu ia mengunjungi kerajaan itu, Samudra Pasai berada pada puncak kejayaannya.[12] Kerajaan Samudera Pasai makin berkembang dalam bidang agama Islam, politik, perdagangan, dan pelayaran. Hubungan dengan Malaka makin ramai, sehingga di Malaka pun sejak abad ke-14 timbul corak masyarakat muslim. Perkembangan masyarakat muslim di Malaka makin lama makin meluas dan akhirnya pada awal abad ke-15 berdiri kerajaan Islam Malaka

Pada masa Sultan Muhammad Iskandar Syah (1414–1445). Pengganti Muhammad Iskandar Syah adalah Sultan Mudzafar Syah (1445–1458). Di bawah pemerintahannya, Malaka menjadi pusat perdagangan antara Timur dan Barat, dengan kemajuan-kemajuan yang sangat pesat, sehingga jauh meninggalkan Samudra Pasai. Usaha mengembangkan Malaka hingga mencapai puncak kejayaannya dilakukan oleh Sultan Mansyur Syah (1458–1477) sampai pada amasa pemerintahan Sultan Alaudin Syah (1477–1488).
Sementara itu, kedatangan pengaruh Islam ke wilayah Indonesia bagian timur (Sulawesi dan Maluku) tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14, Islam telah sampai ke daerah Maluku. Disebutkan bahwa kerajaan Ternate ke-12, Molomateya (1350–1357), bersahabat karib dengan orang Arab yg memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal, tetapi agaknya tidak dalam kepercayaan.
Dari ketiga pusat kegiatan Islam itulah, maka Islam menyebar dan meluas memasuki pelosok-pelosok kepulauan Nusantara. Penyebaran yang nyata terjadi pada abad ke-16. Dari Malaka, daerah Kampar, Indragiri, dan Riau menjadi Islam. Dari Aceh, Islam meluas sampai ke Minangkabau, Bengkulu, dan Jambi. Dimulai sejak dari Demak, maka sebagian besar Pulau Jawa telah menganut agama Islam.
Banten yang diislamkan oleh Demak meluaskan dan menyebarkan Islam ke Sumatra Selatan. Di Kalimantan, kerajaan Brunai yang pada abad ke-16 menjadi Islam, meluaskan penyebaran Islam di bagian barat Kalimantan dan Filipina. Sedangkan Kalimantan Selatan mendapatkan pengaruh Islam dari daratan Jawa. Dari Ternate semakin meluas meliputi pulau-pulau di seluruh Maluku serta daerah pantai timur Sulawesi. Pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan berdiri kerajaan Goa. Demikianlah pada akhir abad ke-16 dapat dikatakan bahwa Islam telah tersebar dan mulai meresapkan akar-akarnya di seluruh Nusantara. [13]
Dalam catatn historiografi menyatakan bahwa orang Indonesia mengingat dengan baik sejarah mereka dan terpelihara melalui anekdot, babad, dll.[14] Hal ini memebuktikan bahwa sejak zaman dahulu sampai sekarang mungkin orang Indonesia menyukai cerita-ceriat sehingga tidak kaget bahwa penyebaran islam di Indonesia begitu cepat karena rata-rata dalam Alquran sendri menceritakan hal-hal yang bersifat normative.
Meresapnya Islam di Indonesia pada abad ke-16 itu bersamaan pula dengan ditanamkannya benih-benih agama Katolik oleh orang-orang Portugis. Bangsa Portugis ini dikenal sebagai penentang Islam dan pemeluk agama Katolik fanatik. Maka, di setiap tempat yang mereka datangi, di sanalah mereka berusaha mendapatkan daerah tempat persemaian bagi agama Katolik.. Timbullah kemudian suatu hasrat dalam jiwa dagang mereka untuk berusaha sendiri mendapatkan rempah-rempah yang menjadi pokok perdagangan waktu itu langsung dari daerah penghasilnya (Nusantara). Dengan demikian, mereka tidak akan bergantung lagi kepada pedagang-pedangan Islam di Timur Tengah.
Setelah terjadi proses penyebaran Islam lambat laun tumbuh dan berkembang Keultanan-Kesultanan dengan dinamika sejarahnya dalam berbagai aspek:sosial- politik, sosial ekonomi-perdagangan, sosial keagamaan dan kebudayaan. Dalam menjalankan politik pemerintahan Kesultanan mempunyai system birokrasi yang cukup lengkap, tetapi jika mulai dimasuki system birokrasi Barat (dari Penjajah) mulai terjadi perlawanan. Tumbuh dan berkembangnya Kesultanan –Kesultanan di Indonesia tidak menunjukkan persamaan karena ada yang sejak abad ke-16, 17 dan ke-18 M.mulai memudar bahkan pada awal abad ke-19 M mulai di bawah lindungan pemerintahan jajahan (terutama Belanda sejak VOC –Hindia Belanda).[15] dan ada yang baru awal abad ke 20 M contohnya Kesultanan Aceh Darussalam baru dikuasai Hindia-Belanda. Bahkan pada abad ke-19 M di mana-mana timbul gerakan sosial dan keagamaan misalnya Pemberontakan Cilegon, Perang Padri, Pemberontakan Antasari, dan di daerah-daerah lainnya. Pemberontakan atau perlawanan-perlawanan terhadap penjajah tersebut umumnya dipimpin para Kiai atau Ulama.
Dari catatan historiografi Indonesia mentebutkan bahwa penulisa sejarah ekspansi Eropa sudah dimulai sejak tahun 1970, hal ini membuktikan bahwa penulisan sejarah ekspansi Eropa mendapat perhatian yang cukup besar, hal ini ditujukan untuk kepentingan kearsipan atau kepustakaan sejarah nasional.[16]
Di antara sejumlah Kesultanan di Indonesia yang pada abad ke-17 M. mencapai keemasan dilihat dari berbagai aspek kehidupan: politik, ekonomi-perdagangan, keagamaan dan kebudayaan: ialah Kesultanan Aceh Darussalam semasa Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Mataram semasa Sultan Agung Hanyakrasusumo, Kesultanan Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Gowa semasa Sultan Hasan Uddin. Dapat kita catat tentang kemajuan keagamaan terutama yang memberikan warisan kesasteraan agama Islam mengenai berbagai hal: Taugid, Tasawuf dan Tarekatnya, Fikh, Musyah Al-Qur’an, dan lainnya ialah Kesultanan Aceh Darussalam ,serta penetapan hokum atau undang-undang Islam yang dibalut dengan hokum adat yang tidak bertentangan dengan syariat Islam hal itu dilakukan oleh raja-raja Melayu seperti halnya di Aceh.[17]
  kemudian Kesultanan Banaten. Aceh terkenal dengan para ulama besarnya dan tempat berguru para kiai sebelum pergi menenuaikan ibadah haji, karena itu sering digelari Aceh Serambi Mekkah.
Di Aceh hidup Hamzah Fansuri (w. 1527 M.), Syamsuddin As-Sumaatrani (abad 17 M.), Nuruddin Ar-Raniri ( abd-17 M.), Abdurrauf As-Singkili (abd 17 M.)dan lainnya. Dari Aceh mulai sastra keagamaaan Islam yang ditulis dalam huruf Jawi berbagasa Melayu dan tersebar ke berbagai daerah Indonesia: di Sumatara, di Bima, Maluku, Sulawesi-Buton, Kalimantan. Demikian pula pengaruhnya ke Banten , Cirebon dan lainnya. Pada abad 17 dan 18 Masehi hubungan atau jaringan kuat antara ulama-ulama Timur Tengah dan Melayu-Indonesia. KItab-kitab Fikh yang tersebar sejak masa lampau di Indonesia telah banyak dibicarakan dan dapat kami catatan pada umumnya di Kesulatanan-Kesultanan di Indonesia menerapkan Syari’ah terutama di bidang Ubudiyah, Muamalah dan Hudud, tetapi dalam bidang Jinayah tidak kecuali satu masa di Kesultanan Aceh Darussalam semasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 tetapi kemudian dihapus mada masa Iskandar Thani[18] .


Penutup
Simpulan

Proses masuknya Islam sampai penyebaran agama Islam di Indonesia di kaji secara luas dan mendalam baik itu dari sumber primer seperti data-data dari babad, sumber lisan dan sumber VOC (Belanda) ataupun dari sumber-sumber primer seperti kajian pustaka dan lain-lain. Sebagai seorang akademesi kita wajib mengetahui hal tersebut seperti refrensi pembahasan makalah diatas hal ini memeng menjadi kewajiban kita sebagai seorang akademisi.
Hal-hal lain yang perlu di ketahui juga bahwa proses masuknya islam di Indonesia tidak terlepas dari peran penting dari kerajaan Islam hal itu dibuktikan dari penyebaran Islam melalui Aceh kemudian menyebar ke tanah Jawa kemudian menyebar kedaerah lain sebagai daerah pertama yang mendapat pengaruh langsung dari pendakwah ataupun para saudagar sambil menyebarkan ajaran Islam Aceh memainkan peranan penting sebagai palang pintu penyebaran Islam di Indonesia, untuk itu proses Islamisasi di Indonesia dilakukan dengan bertahap dan melalui proses yang panjang akan tetapi bisa dibilang proses Islamisasi di Indonesia cukup sukses hal ini dibuktikan dengan diterimanya Islam sebagai agama yang merasuk dalam sanubari masyarakat Indonesia yang secara damai diterima oleh masarakat Indonesia.











DAFTAR PUSTAKA


Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

            XVII dan XVIII. Bandung: mizan, 1994.

Azra, Azyumardi. Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara. Bandung: Mizan,
            2002.
Azra, Azyumardi. Renaisans Islam di Asia Tenggara: Sejarah wacana dan kekuasaan.

Bandung: rosda, 1999.

Graaf ,H.J.de.” Sumber-sumber sejarah pulau Jawa dari zaman Mataram dan
historiografi.’’ Dalam soedjatmoko, dkk(eds). Historiografi Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta: Garamedia,1995.
Lombard, Denys. Nusa Jawa Silang Budaya I. Jakarta Gramedia pustaka utama.

Forum Jakarta-Paris ecole francaise d’extreme-Orient, 2005.

Lombard, Denys. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Terj
.
Winarsih Arifin. Jakarta : KPG, Forum Jakarta-Paris, ecole francaise d’extreme-Orient, 2006.

Milner, A.C . Islam dan Martabat Raja-Raja Melayu. Islam di Asia Tengara:

            Prespektif Sejarah. Jakarta LP3ES, 1989.

Reid, Anthony. Sejarah Moderen Awal Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 2004

Ricklef, M.C. Sejarah Indonesia Moderen, Cetakan kedelapan. Yogyakarta: UGM
            Press, 2005.
Sunanto, Musyirifah. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasat Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.


[1] Azyumardi azra. Renaisans Islam di Asia Tenggara: Sejarah wacana dan kekuasaan. Bandung: rosda, 1999, hal XVi.
[2] Azyumardi azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung: mizan, 1994, hal 2.
[3] M.C Ricklef. Sejarah Indonesia Moderen, Cetakan kedelapan. Yogyakarta: UGM Press, 2005, hal 5.
[4] Azyumardi azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung: mizan, 1994, hal 6.
[5] Azyumardi azra. Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara. Bandung: Mizan, 2002, hal 24-26.
[6] Musyirifah Sunanto. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hal 10.
[7] Ibid, hal 11.
[8] Musyirifah Sunanto. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hal 10.
[9] Ibid, hal 12.
[10] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasat Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Pers, 2008, hal 203.
[11] Denys Lombard. Nusa Jawa Silang Budaya I. Jakarta Gramedia pustaka utama. Forum Jakarta-Paris ecole francaise d’extreme-Orient, 2005. Hal XiX.
[12] Musyirifah Sunanto. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hal 105.
[13] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasat Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Pers, 2008, hal 227.
[14] H.J.de Graaf.” Sumber-sumber sejarah pulau jawa dari zaman mataram dan historiografi.’’ Dalam soedjatmoko, dkk(eds). Historiografi Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta: Garamedia, hal, 100-101.
[15] Anthony Reid. Sejarah Moderen Awal Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 2004, hal XXi.
[16] Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Edisi kedua. Jogjakarta: Tiara Wacana, 2003, hal 2.
[17] A.C Milner. Islam dan Martabat Raja-Raja Melayu. Islam di Asia Tengara: Prespektif Sejarah. Jakarta LP3ES, 1989, hal 49.
[18] Denys Lombard. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Terj. Winarsih Arifin. Jakarta : KPG,  Forum Jakarta-Paris, ecole francaise d’extreme-Orient, 2006, hal  118-119.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HISTORIOGRAFI KONTEMPORER DAN PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK ERA REFORMASI

ekonomi islam pada masa Abu Bakar

Santo Agustinus Filsafat Sejarah