masuk dan berkembangnya islam di indonesia
Pembahasan
Proses Masuk dan Berkembangnya
Agama Islam di Indonesia
A. Proses Masuknya Agama Islam di Indonesia
Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di
Indonesia berlangsung secara damai hal itu tidak terlepas dari watak bangsa
Indonesia yang ramah tamah.[1]
terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga
teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya Islam
ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam
ke Nusantara. Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, maka akan
saya jelaskan sebagai berikut.[2]
1. Teori Gujarat
Teori
berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan
pembawanya
berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:[3]
a.
Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di
Indonesia.
b.
Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia,Cambay
– Timur Tengah – Eropa.
c.
Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang
bercorak
khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF
Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat,
lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu
adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo
dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia
menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan
banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam. Demikianlah
penjelasan tentang teori Gujarat.
2. Teori Makkah
Teori
ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu
teori Gujarat.
Teori
Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya
berasal dari Arab (Mesir).[4]
Dasar
teori ini adalah:
a.
Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan
Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan
perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b.
Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab
Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India
adalah penganut mazhab Hanafi.
c.
Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut
berasal
dari
Mesir.
Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur
dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13
sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh
sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses
penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. Dari penjelasan di atas, apakah Anda
sudah memahami? Kalau sudah paham simak teori berikutnya.
3. Teori Persia
Teori
ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya
berasal
dari Persia (Iran). [5]Dasar
teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam
Indonesia
seperti:
a.
Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein
cucu
Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra
Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di
pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b.
Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu
Al
– Hallaj.
c.
Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tandatanda
bunyi
Harakat.
d.
Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e.
Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama
salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen
dan P.A. Hussein Jayadiningrat. Ketiga teori tersebut, pada dasarnya
masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori
tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai
pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang
peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat
(India).
B. Proses Awal Penyebaran Islam di Indonesia
1.
Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui
perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16
membuat pedagangpedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian
dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua
Asia. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati
Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan
karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena
factor hubungan ekonomi drengan pedagang-rpedrarrgarng Muslim.
2.
Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status
sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi
terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri
saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu.
Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya
timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.[6]
Seperti yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel
dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya
dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak)
dan lain-lain dari saluran perkawinan inilah banyak kesuksesan yang di ambil
karena banyak menguntungkan dari regenerasi pendakwah.
3.
Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi
yang bercampur dengana jaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.
Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan
dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh,
Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih
dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.[7]
4.
Saluran prendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren
maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama.
Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat
pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung
masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya,
pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan
Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk
mengajarkan Agama Islam.[8]
5.
Saluran kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal
adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling
mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan,
tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat
syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan
Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam.
Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra
(hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.[9]
6.
Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam
setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat
membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan
Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik,
kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan
kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu
masuk Islam. erkembangan
Islam di Indonesia.[10]
Kedatangan Islam di
berbagai daerah di Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula dengan
kerajaan-kerajaan dan daerah yang didatanginya, ia mempunyai situasi politik dan
sosial budaya yang berlainan. Pada waktu kerajaan Sriwijaya mengembangkan
kekuasaannya pada sekitar abad ke-7 dan ke-8, Selat Malaka sudah mulai dilalui
oleh para pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara
dan Asia Timur. Berdasarkan berita Cina zaman T’ang pada abad-abad tersebut,
diduga masyarakat muslim telah ada, baik di kanfu (kanton) maupun di daerah
Sumatra sendiri.
Perkembangan pelayaran
dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian
barat atau timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani
Umayah di bagian barat maupun kerajaan Cina zaman dinasti T’ang di Asia Timur
serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Adalah suatu kemungkinan bahwa
menjelang abad ke-10 para pedagang Islam telah menetap di pusat-pusat
perdagangan yang penting di kepulauan Indonesia, terutama di pulau-pulau yang
terletak di Selat Malaka, terusan sempit dalam rute pelayaran laut dari
negeri-negeri Islam ke Cina. Tiga abad kemudian, menurut dokumen-dokumen
sejarah tertua, permukiman orang-orang Islam didirikan di Perlak dan Samudra
Pasai di Timur Laut pantai Sumatra. Dalam perananya hubungan Nusantara dengan
Cina memainkan peranan penting terhadap
dalam proses Islamisasi.[11]
Keterangan lebih lanjut
tentang masuknya Islam ke Indonesia ditemukan pada berita dari Marcopolo, bahwa
pada tahun 1292 ia pernah singgah di bagian utara daerah Aceh dalam
perjalanannya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Di Perlak ia menjumpai
penduduk yang telah memeluk Islam dan banyak para pedagang Islam dari India
yang giat menyebarkan agama itu.
Para pedagang muslim
menjadi pendukung daerah-daerah Islam yang muncul kemudian, dan daerah yang
menyatakan dirinya sebagai kerajaan yang bercorak Islam ialah Samudra Pasai di
pesisir timur laut Aceh. Munculnya daerah tersebut sebagai kerajaan Islam yang
pertama diperkirakan mulai abad ke-13. Hal itu dimungkinkan dari hasil proses Islamisasi
di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi para pedagang muslim sejak abad
ketujuh. Sultan yang pertama dari kerajaan Islam Samudra Pasai adalah Sultan
Malik al-Saleh yang memerintah pada tahun 1292 hingga 1297. Sultan ini kemudian
digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad Malik az-Zahir.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan
Kesultanan-Kesultanan di Indonesia
Kerajaan Islam Samudra
Pasai menjadi pusat studi agama Islam dan meru pakan tempat berkumpul para
ulama Islam dari berbagai negara Islam untuk berdis kusi tentang
masalah-masalah keagamaan dan masalah keduniawian. Berdasarkan berita dari Ibnu
Batutah, seorang pengembara asal Maroko yang mengunjungi Samudra Pasai pada
1345, dikabarkan bahwa pada waktu ia mengunjungi kerajaan itu, Samudra Pasai
berada pada puncak kejayaannya.[12]
Kerajaan Samudera Pasai makin berkembang dalam bidang agama Islam, politik,
perdagangan, dan pelayaran. Hubungan dengan Malaka makin ramai, sehingga di
Malaka pun sejak abad ke-14 timbul corak masyarakat muslim. Perkembangan
masyarakat muslim di Malaka makin lama makin meluas dan akhirnya pada awal abad
ke-15 berdiri kerajaan Islam Malaka
Pada masa Sultan Muhammad
Iskandar Syah (1414–1445). Pengganti Muhammad Iskandar Syah adalah Sultan
Mudzafar Syah (1445–1458). Di bawah pemerintahannya, Malaka menjadi pusat
perdagangan antara Timur dan Barat, dengan kemajuan-kemajuan yang sangat pesat,
sehingga jauh meninggalkan Samudra Pasai. Usaha mengembangkan Malaka hingga
mencapai puncak kejayaannya dilakukan oleh Sultan Mansyur Syah (1458–1477)
sampai pada amasa pemerintahan Sultan Alaudin Syah (1477–1488).
Sementara itu,
kedatangan pengaruh Islam ke wilayah Indonesia bagian timur (Sulawesi dan
Maluku) tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara
pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut
tradisi setempat, sejak abad ke-14, Islam telah sampai ke daerah Maluku.
Disebutkan bahwa kerajaan Ternate ke-12, Molomateya (1350–1357), bersahabat
karib dengan orang Arab yg memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal, tetapi
agaknya tidak dalam kepercayaan.
Dari ketiga pusat
kegiatan Islam itulah, maka Islam menyebar dan meluas memasuki pelosok-pelosok
kepulauan Nusantara. Penyebaran yang nyata terjadi pada abad ke-16. Dari
Malaka, daerah Kampar, Indragiri, dan Riau menjadi Islam. Dari Aceh, Islam
meluas sampai ke Minangkabau, Bengkulu, dan Jambi. Dimulai sejak dari Demak,
maka sebagian besar Pulau Jawa telah menganut agama Islam.
Banten yang diislamkan
oleh Demak meluaskan dan menyebarkan Islam ke Sumatra Selatan. Di Kalimantan,
kerajaan Brunai yang pada abad ke-16 menjadi Islam, meluaskan penyebaran Islam
di bagian barat Kalimantan dan Filipina. Sedangkan Kalimantan Selatan
mendapatkan pengaruh Islam dari daratan Jawa. Dari Ternate semakin meluas
meliputi pulau-pulau di seluruh Maluku serta daerah pantai timur Sulawesi. Pada
abad ke-16 di Sulawesi Selatan berdiri kerajaan Goa. Demikianlah pada akhir
abad ke-16 dapat dikatakan bahwa Islam telah tersebar dan mulai meresapkan
akar-akarnya di seluruh Nusantara. [13]
Dalam catatn
historiografi menyatakan bahwa orang Indonesia mengingat dengan baik sejarah
mereka dan terpelihara melalui anekdot, babad, dll.[14]
Hal ini memebuktikan bahwa sejak zaman dahulu sampai sekarang mungkin orang
Indonesia menyukai cerita-ceriat sehingga tidak kaget bahwa penyebaran islam di
Indonesia begitu cepat karena rata-rata dalam Alquran sendri menceritakan
hal-hal yang bersifat normative.
Meresapnya Islam di Indonesia pada abad ke-16 itu
bersamaan pula dengan ditanamkannya benih-benih agama Katolik oleh orang-orang
Portugis. Bangsa Portugis ini dikenal sebagai penentang Islam dan pemeluk agama
Katolik fanatik. Maka, di setiap tempat yang mereka datangi, di sanalah mereka
berusaha mendapatkan daerah tempat persemaian bagi agama Katolik.. Timbullah
kemudian suatu hasrat dalam jiwa dagang mereka untuk berusaha sendiri
mendapatkan rempah-rempah yang menjadi pokok perdagangan waktu itu langsung
dari daerah penghasilnya (Nusantara). Dengan demikian, mereka tidak akan
bergantung lagi kepada pedagang-pedangan Islam di Timur Tengah.
Setelah terjadi proses penyebaran Islam lambat laun
tumbuh dan berkembang Keultanan-Kesultanan dengan dinamika sejarahnya dalam
berbagai aspek:sosial- politik, sosial ekonomi-perdagangan, sosial keagamaan dan
kebudayaan. Dalam menjalankan politik pemerintahan Kesultanan mempunyai system
birokrasi yang cukup lengkap, tetapi jika mulai dimasuki system birokrasi Barat
(dari Penjajah) mulai terjadi perlawanan. Tumbuh dan berkembangnya Kesultanan
–Kesultanan di Indonesia tidak menunjukkan persamaan karena ada yang sejak abad
ke-16, 17 dan ke-18 M.mulai memudar bahkan pada awal abad ke-19 M mulai di
bawah lindungan pemerintahan jajahan (terutama Belanda sejak VOC –Hindia
Belanda).[15]
dan ada yang baru awal abad ke 20 M contohnya Kesultanan Aceh Darussalam baru
dikuasai Hindia-Belanda. Bahkan pada abad ke-19 M di mana-mana timbul gerakan sosial dan keagamaan misalnya
Pemberontakan Cilegon, Perang Padri, Pemberontakan Antasari, dan di
daerah-daerah lainnya. Pemberontakan atau perlawanan-perlawanan terhadap
penjajah tersebut umumnya dipimpin para Kiai atau Ulama.
Dari catatan historiografi Indonesia mentebutkan
bahwa penulisa sejarah ekspansi Eropa sudah dimulai sejak tahun 1970, hal ini
membuktikan bahwa penulisan sejarah ekspansi Eropa mendapat perhatian yang
cukup besar, hal ini ditujukan untuk kepentingan kearsipan atau kepustakaan
sejarah nasional.[16]
Di antara sejumlah Kesultanan di Indonesia yang pada
abad ke-17 M. mencapai keemasan dilihat dari berbagai aspek kehidupan: politik,
ekonomi-perdagangan, keagamaan dan kebudayaan: ialah Kesultanan Aceh Darussalam
semasa Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Mataram semasa Sultan Agung
Hanyakrasusumo, Kesultanan Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan
Gowa semasa Sultan Hasan Uddin. Dapat kita catat tentang kemajuan keagamaan
terutama yang memberikan warisan kesasteraan agama Islam mengenai berbagai hal:
Taugid, Tasawuf dan Tarekatnya, Fikh, Musyah Al-Qur’an, dan lainnya ialah
Kesultanan Aceh Darussalam ,serta penetapan hokum atau undang-undang Islam yang
dibalut dengan hokum adat yang tidak bertentangan dengan syariat Islam hal itu
dilakukan oleh raja-raja Melayu seperti halnya di Aceh.[17]
kemudian Kesultanan Banaten. Aceh terkenal
dengan para ulama besarnya dan tempat berguru para kiai sebelum pergi menenuaikan
ibadah haji, karena itu sering digelari Aceh Serambi Mekkah.
Di Aceh hidup Hamzah Fansuri (w. 1527 M.), Syamsuddin
As-Sumaatrani (abad 17 M.), Nuruddin Ar-Raniri ( abd-17 M.), Abdurrauf
As-Singkili (abd 17 M.)dan lainnya. Dari Aceh mulai sastra keagamaaan Islam
yang ditulis dalam huruf Jawi berbagasa Melayu dan tersebar ke berbagai daerah
Indonesia: di Sumatara, di Bima, Maluku, Sulawesi-Buton, Kalimantan. Demikian
pula pengaruhnya ke Banten , Cirebon dan lainnya. Pada abad 17 dan 18 Masehi
hubungan atau jaringan kuat antara ulama-ulama Timur Tengah dan
Melayu-Indonesia. KItab-kitab Fikh yang tersebar sejak masa lampau di Indonesia
telah banyak dibicarakan dan dapat kami catatan pada umumnya di
Kesulatanan-Kesultanan di Indonesia menerapkan Syari’ah terutama di bidang
Ubudiyah, Muamalah dan Hudud, tetapi dalam bidang Jinayah tidak kecuali satu
masa di Kesultanan Aceh Darussalam semasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1607-1636 tetapi kemudian dihapus mada masa Iskandar Thani[18] .
Penutup
Simpulan
Proses masuknya Islam sampai penyebaran agama Islam
di Indonesia di kaji secara luas dan mendalam baik itu dari sumber primer
seperti data-data dari babad, sumber lisan dan sumber VOC (Belanda) ataupun
dari sumber-sumber primer seperti kajian pustaka dan lain-lain. Sebagai seorang
akademesi kita wajib mengetahui hal tersebut seperti refrensi pembahasan
makalah diatas hal ini memeng menjadi kewajiban kita sebagai seorang akademisi.
Hal-hal lain yang perlu di ketahui juga bahwa proses
masuknya islam di Indonesia tidak terlepas dari peran penting dari kerajaan
Islam hal itu dibuktikan dari penyebaran Islam melalui Aceh kemudian menyebar
ke tanah Jawa kemudian menyebar kedaerah lain sebagai daerah pertama yang
mendapat pengaruh langsung dari pendakwah ataupun para saudagar sambil
menyebarkan ajaran Islam Aceh memainkan peranan penting sebagai palang pintu
penyebaran Islam di Indonesia, untuk itu proses Islamisasi di Indonesia
dilakukan dengan bertahap dan melalui proses yang panjang akan tetapi bisa
dibilang proses Islamisasi di Indonesia cukup sukses hal ini dibuktikan dengan diterimanya
Islam sebagai agama yang merasuk dalam sanubari masyarakat Indonesia yang
secara damai diterima oleh masarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Azra,
Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah
dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII. Bandung:
mizan, 1994.
Azra,
Azyumardi. Jaringan Global dan Lokal
Islam Nusantara. Bandung: Mizan,
2002.
Azra,
Azyumardi. Renaisans Islam di Asia Tenggara: Sejarah wacana dan kekuasaan.
Bandung: rosda, 1999.
Graaf
,H.J.de.” Sumber-sumber sejarah pulau Jawa dari zaman Mataram dan
historiografi.’’ Dalam
soedjatmoko, dkk(eds). Historiografi
Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta: Garamedia,1995.
Lombard,
Denys. Nusa Jawa Silang Budaya I.
Jakarta Gramedia pustaka utama.
Forum Jakarta-Paris ecole
francaise d’extreme-Orient, 2005.
Lombard,
Denys. Kerajaan Aceh Zaman Sultan
Iskandar Muda (1607-1636). Terj
.
Winarsih Arifin. Jakarta : KPG,
Forum Jakarta-Paris, ecole francaise d’extreme-Orient, 2006.
Milner,
A.C . Islam dan Martabat Raja-Raja Melayu.
Islam di Asia Tengara:
Prespektif Sejarah. Jakarta LP3ES,
1989.
Reid, Anthony. Sejarah Moderen Awal Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 2004
Ricklef,
M.C. Sejarah Indonesia Moderen, Cetakan
kedelapan. Yogyakarta: UGM
Press, 2005.
Sunanto,
Musyirifah. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Yatim,
Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasat
Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
[1] Azyumardi azra.
Renaisans Islam di Asia Tenggara: Sejarah wacana dan kekuasaan. Bandung: rosda,
1999, hal XVi.
[2]
Azyumardi
azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung: mizan, 1994, hal 2.
[3] M.C Ricklef. Sejarah Indonesia Moderen, Cetakan kedelapan.
Yogyakarta: UGM Press, 2005, hal 5.
[4]
Azyumardi
azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung: mizan, 1994, hal 6.
[5] Azyumardi azra. Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara.
Bandung: Mizan, 2002, hal 24-26.
[6]
Musyirifah
Sunanto. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hal 10.
[7]
Ibid, hal 11.
[8]
Musyirifah
Sunanto. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hal 10.
[9]
Ibid, hal 12.
[10] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasat Islamiyah
II. Jakarta: Rajawali Pers, 2008, hal 203.
[11]
Denys Lombard. Nusa Jawa Silang Budaya I. Jakarta
Gramedia pustaka utama. Forum Jakarta-Paris ecole francaise d’extreme-Orient, 2005.
Hal XiX.
[12]
Musyirifah
Sunanto. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hal 105.
[13]
Badri
yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasat
Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Pers, 2008, hal 227.
[14] H.J.de Graaf.”
Sumber-sumber sejarah pulau jawa dari zaman mataram dan historiografi.’’ Dalam
soedjatmoko, dkk(eds). Historiografi
Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta: Garamedia, hal, 100-101.
[15]
Anthony
Reid. Sejarah Moderen Awal Asia Tenggara.
Jakarta: LP3ES, 2004, hal XXi.
[16] Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Edisi kedua.
Jogjakarta: Tiara Wacana, 2003, hal 2.
[17] A.C Milner.
Islam dan Martabat Raja-Raja Melayu.
Islam di Asia Tengara: Prespektif Sejarah. Jakarta LP3ES, 1989, hal 49.
[18] Denys Lombard. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636).
Terj. Winarsih Arifin. Jakarta : KPG, Forum
Jakarta-Paris, ecole francaise d’extreme-Orient, 2006, hal 118-119.
Komentar
Posting Komentar