minoritas nuslim di china


Pendahuluan
Latar belakang
Islam masuk ke China pada awal abad pertama Hijriyah (abad ke-7 M), tepatnya pada tahun 618 M, yakni pada masa pemerintahan Dinasti Tang (618-907 M). Pendapat ini menyatakan pula bahwa Islam masuk ke China dibawa oleh sahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas dengan rombongannya yang berjumlah 15 orang. Islam masuk ke China melalui dua jalur utama, jalur darat disebut dengan Jalur Sutera dan jalur laut.
Muslim di China mengalami periode mengerikan dan penganiayaan yang terus-menerus yang berlangsung sekitar tiga abad dibawah dinasti Manchu(1644-1911) pengalaman ini di abad sembialan belas membawa kepada revolusi-revolusi muslim dan kepada pendirian negara-negara muslim yang pendek dinegara Yunan, Kanshu dan Turkestan Timur. Semua negara ini di hancurkan biayaya sangat besar bagi kehidupan musllim.
Setelah berdirinya RRC, ada 42000 masjid berbarengan dengan sekolah Islam. Masjid-masjid ini ada diseluruh negeri manapun muslim berada.sebuah kota seperti kashgar, metropolis mempunyai 49 masjid ada juga 27 masjid di nankin, 14 masjid di Sanghai, 11 di Tching tou, 11 di hankow, 10 Tien-tsin, 8 Urumchi dan 4 di kota Canton. Terdapat pula pluhan ribu imama aktif dalam mendidik rakyat.  Ini disebut dengan ahung ada juga imam wanita diantara mereka. Imam-imam tersebuta didik di empat pusatsetingkat dengan Universitas Al azar di Kairo. Pertama di Turkestan Timur, dikota kasghor yang bertindak sebagai pusat pentebarab Islam di China , kedua di Ho techou, di Kanshu di mana mahasiswa datang dari penjuru China untuk mempelajari ilmu-ilmu keIslaman. , ketiga institusi tinggi Islam di Beijing di kota Houai-King di provinsi Honan yang mempunyai jumlah muslim terbesar diantara muslim-muslim di China.


Minoritas muslim di China
ole moh teguh prasetyo
pembahasan
  1. Sejarah Awal Mula Umat Muslim di China
Para ahli sepakat bahwa Islam masuk ke China pada awal abad pertama Hijriyah (abad ke-7 M), tepatnya pada tahun 618 M, yakni pada masa pemerintahan Dinasti Tang (618-907 M). Pendapat ini menyatakan pula bahwa Islam masuk ke China dibawa oleh sahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas dengan rombongannya yang berjumlah 15 orang. Islam masuk ke China melalui dua jalur utama, jalur darat disebut dengan Jalur Sutera dan jalur laut melalui pelayaran yang disebut dengan Jalur Lada.[1]
Sejarawan Kwantung mencatat kedatangan muslim pertama di China terjadi pada permulaan pemerintahan dinasti Tang. Dalam catatan mereka disebutkan banyaknya orang asing dari kerajaan Annam, Kamboja, Madinah dan beberapa negara lainnya datang ke Canton. Orang-orang asing ini menyembah langit dan tidak menyembah patung, berhala, maupun gambar-gambar di tempat peribadatan mereka. Kerajaan Madinah terletak di dekat India dan di kerajaan ini lahir agama orang-orang asing ini yang berbeda dengan asal-usul agama Budha. Mereka tidak makan daging babi dan tidak pula minum arak. Kini para pemeluk agama ini disebut Hui-Hui.
Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar ini, kemudian memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Kanton, yang merupakan masjid pertama di daratan China. Ketika Dinasti Tang berkuasa, China tengah mencapai masa keemasan, sehingga dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.
Di dalam kitab sejarah China, yang berjudul Chiu T’hang Shu diceritakan China pernah mendapat kunjungan diplomatik dari orang-orang Ta Shih (Arab). Orang-orang Ta Shih ini, merupakan duta dari Tan mi mo ni’ (Amirul Mukminin), yang ke-3 (Khalifah Utsman bin Affan).Sementara itu, Buya HAMKA didalam bukunya Sejarah Umat Islam menulis, pada tahun 674M-675M, China kedatangan salah seorang sahabat Rasulullah, Muawiyah bin Abu Sufyan (Dinasti Umayyah), bahkan disebutkan setelah kunjungan ke negeri China, Muawiyah melakukan observasi di tanah Jawa, yaitu dengan mendatangi kerajaan Kalingga.[2]
Berdasarkan catatan, diperoleh informasi, pada masa Dinasti Umayyah ada 17 duta muslim datang ke China, sementara di masa Dinasti Abbasiyah dikirim sebanyak 18 duta. Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di China adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang China yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi.
Ketika Dinasti Song bertahta, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim. Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal di China. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara China dengan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut.
Orang-orang Bukhara itu lalu menetap di daerah antara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid alias ‘So-Fei Er’, yang kemudian dikenal sebagai `bapak’ komunitas Muslim di China. Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam di China semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di China, memberi kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi China Han. Sehingga pengaruh umat Islam di China semakin kuat. Ratusan ribu imigran Muslim di wilayah Barat dan Asia Tengah direkrut Dinasti Mongol untuk membantu perluasan wilayah dan pengaruh kekaisaran.
Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin korporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq. [3]Pada masa kekuasaan Dinasti Ming, Muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim terkemuka, ada lagi Lan Yu Who, sekitar tahun 1388, Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Selain itu, di masa Kaisar Yong Le (Zhu Di) muncul seorang pelaut Muslim yang handal, yang bernama Laksamana Cheng Ho.
  1. Suku Bangsa China yang Beragama Islam
Dalam sejarah, Muslim China sempat mengalami perlakuan keras dari beberapa pemerintah yang berkuasa. Pun ketika rezim komunis memegang tampuk pimpinan, Islam secara sistematis terpinggirkan lewat propaganda anti-Muslim. Akan tetapi, seiring perubahan situasi di negara tersebut, kehidupan umat Muslim berangsur membaik dan mulai menata diri.[4] Suku-suku bangsa minoritas yang beragama Islam terdapat dua suku bangsa yang besar yaitu Hui dan Uygur di samping beberapa suku bangsa kecil-kecil lainnya.
1. Suku Bangsa Hui
Pada periode Dinasti Ming istilah Hui ditujukan kepada orang China yang muslim, baik terhadap muslim asing yang telah berasimilasi maupun terhadap orang China yang memeluk Islam.Antara tahun 651-798, terdapat total sebanyak 39 delegasi muslim datang ke China. Namun seiring dirintisnya ‘jalur sutra dan rempah” oleh Marcopolo, maka makin banyaklah umat muslim yang merupakan pedagang berkunjung ke China. Kian lama terjadi pembauran, mereka bahkan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk sebuah etnis baru yakni etnis Hui.[5]
Ciri utama kebudayaan mereka adalah mereka berbahasa China dan memakai tulisan China. Orang Hui ini sering memakai peci putih seperti peci haji walaupun mereka belum menunaikan ibadah haji. Minorotas bangsa Hui ini tersebar di seluruh China terutama di Singkian, Ning Xia, gansu, Quanghai, Henan, Hebei, Shandong, Yunan Tianjin, dan lain-lain. Sebahagian minoritas bangsa Hui bertempat tinggal di Singkian, sehingga minoritas bangsa tersebut disebut Singkian Hui, sebagaimana minoritas bangsa Uygur yang akan dibahas pada pembahasan selanjutnya, disebut Singkian Uygur.
2. Suku Uygur
Uygur adalah bangsa minoritas keturunan Turki yang umumnya bertempat tinggal di Turkestan Timur yang oleh RRC disebut sebagai “ Daerah otonomi Singkiang Uygur”. Bangsa minoritas ini tidak berasimilasi dengan masyarakat Asia Tengah dan tidak berasimilasi pula ke dalam pola kebudayaan China.[6] Di bawah pemerintahan China, identitas Islam baik dikalangan warga perkotaan maupun pada warga nomadik dipertahankan seutuhnya.
Sebelum Turkestan Timur menjadi “Daerah otonomiSingkiang Uygur”, China telah lama memandang Asia Tengah sebagai bagian dari wilayahnya, dan selama ini berusaha melindungi beberapa wilayah perbatasannya dari pencaplokan bangsa Barbarian. Pada tahun 1759, bangsa China mengalahkan Dzungarian, merebut kekuasaan atas kota-kota Oasis, mengusir para khuja dan mencaplok Turkestan Timur. Selain itu bangsa China menjadikan wilayah timur Kazakh dan Khokand sebagai wilayah jajahan mereka. Dengan penjajahan ini bangsa China mempertukarkan sutra, tea mereka untuk mendapatkan kuda, binatang ternak dan beberapa produk Rusia lainnya. Ciri utama kebudayaan mereka adalah mereka mempunyai tulisan sendiri yaitu tulisan Arab. Nama mereka pun adalah nama-nama Arab. Mereka dengan sekuat tenaga dan berbagai cara terus mem-pertahankan rasa kebangsaan dan identitas mereka.
  1. Perkembangan minoritas muslim di China
Muslim di China mengalami periode mengerikan dan penganiayaan yang terus-menerus yang berlangsung sekitar tiga abad dibawah dinasti Manchu(1644-1911) pengalaman ini di abad sembialan belas membawa kepada revolusi-revolusi muslim dan kepada pendirian negara-negara muslim yang pendek dinegara Yunan, Kanshu dan Turkestan Timur. Semua negara ini di hancurkan biayaya sangat besar bagi kehidupan musllim.[7]memasuki abad sekarang revolusi-revolusi nasionalis china pada 1911, didukung oleh masa muslim yang sangat ingin menghancurkan rezim Manchu. Dari 1911 sampai 1948, Islam menyaksikan suatu kebangkitan yang sebenarnya di China dan orang-orang muslim mulai mendapatkan kembali beberapa pengaruhnya yang dulu. Sejak pembentukan rezim komunis 1948, suatu bentuk penindasan baru dilakukan terhadap orang muslim. Semua kontak antara muslim dibrbagai bagian China dan dunia lain berhenti. Masjid-masjid dan sekolah sekolah muslim di tutup, para imam dibunuh atau dipenjarakan. struktur kekeluargaan muslim dihancurkan dan para anggotanya bubar.
Mayoritas muslim China mengikuti madhab hanafi. Sekitar 90% muslim adalah cino dalam pengertian seutuhnya namanya cian wajah mukanya China, begitu juaga kebudayaanya. Ini sering disebut huis oleh China yang lain sisanya yang 10% adalah turki, mongol. Muslim lebih banyak di provinsi-provinsi utara daripada provinsi selatan. Rezim komunis tidak perlu sensus dalam pengidentiofikasian agama. Namun jumlah muslim yang bukan berasal dari etnik China dapat ditaksir dari sensus kenbangsaanya. Bagi muslim secara etnis adalah China, jumlanya dapat dihitung atas dasar sensus 1936. Sensusini menunjukan jumlah  muslim ditiap provinsi dan juga jumlah peduduk muslim seluruhnyaditaksir 47.437.000orang atau 10,5% dari jumlah penduduk. Jika presentase ini tidak berubah, kita sampai pada suatu angka 107 juta pada 1982. Muslim merupakan mayoritas di dua wilayah: daerah otonom Singkiang-Uighhur dan provinsi chinghai. Muslim juga mendekati-mayoritas dalam dua wilayah lain: Ninghsia-hui(47%) dan Khansu(40%). Namun wilayah-wilayah ini dengan presentase muslim yang tinggi menjadi wilayah tujuan imigrasi non-muslim secara besar-besaran yang cenderung menepiskan karakter keIslaman.[8]
Bagi muslim China periode 1952-1968 mirip dengan era stalin di uni soviet. Kelaparan buatan duciptakan, pendududk muslim dibubarkan, masjid-masjid dibakar, lembaran-lembaran Al quran di robek berserakan dan pemimpin muslim dianiyaya dan dihina. Baru-baru ini saja, beberapa perbaikan nasib orang-orang muslim seakan-akan telah terjadi. Harapan-harapan telah meningkat setelah meninggalnya Mao Tse Tung dan penyisihan ”kelompok empat”. Komunitas muslim hongkong, taiwan dan makao akan dibicarakan tersendiri karena mereka hidup dibawah situasi yang berbeda. Populasi muslim di China diperkirakan terus naik. Kini ada sekitar 22 juta muslim di China. Diharapkan mereka dapat bersatu dengan miliaran muslim di seluruh dunia. Setengah dari muslim China berasal dari kelompok etnis Hui. Sisanya berasal dari kelompok etnis yang berbeda di wilayah barat laut China, Xinjiang dan Ningxia.[9]
Setelah berdirinya RRC, ada 42000 masjid berbarengan dengan sekolah Islam. Masjid-masjid ini ada diseluruh negeri manapun muslim berada.sebuah kota seperti kashgar, metropolis mempunyai 49 masjid ada juga 27 masjid di nankin, 14 masjid di Sanghai, 11 di Tching tou, 11 di hankow, 10 Tien-tsin, 8 Urumchi dan 4 di kota Canton. Terdapat pula pluhan ribu imama aktif dalam mendidik rakyat.  Ini disebut dengan ahung ada juga imam wanita diantara mereka. Imam-imam tersebuta didik di empat pusatsetingkat dengan Universitas Al azar di Kairo. Pertama di Turkestan Timur, dikota kasghor yang bertindak sebagai pusat pentebarab Islam di China , kedua di Ho techou, di Kanshu di mana mahasiswa datang dari penjuru China untuk mempelajari ilmu-ilmu keIslaman. , ketiga institusi tinggi Islam di Beijing di kota Houai-King di provinsi Honan yang mempunyai jumlah muslim terbesar diantara muslim-muslim di China.[10]
  1. Isu-isu kontemporer minoritas muslim di China
a)      Isu tentang pernikahan
Pasangan muslim China mengaku kini lebih memilih untuk menikah sesuai dengan tradisi Islam. Selain demi memperkuat keimanan, biaya yang dikeluarkan juga dinilai tidak terlalu besar. Pasangan Zhe Yagang, 25 tahun dan Yang Liu, 25 tahun, misalnya, memutuskan untuk menikah sesuai tradisi Islam karena mereka menganggap cara itu lebih unik, dan tentunya menyenangkan orang tua mereka. Yang menarik, tidak sulit untuk mencari event organizer (EO) yang khusus merencanakan pernikahan muslim di Beijing. Dengan mengeluarkan biaya 8.000 yuan (Rp 11 juta) untuk pengurusan buku nikah dan 700 yuan atau sekitar satu juta rupiah untuk menyewa gaun pengantin, kedua pasangan ini tinggal tahu beres[11].
Setelah urusan administrasi diselesaikan, pernikahan keduanya pun berlangsung Sabtu (7/4) kemarin.   Selanjutnya, sesuai tradisi China, resepsi akan berlangsung di sebuah restoran halal. Lantaran tidak terbiasa, Zhe sempat merasa aneh. "Saya tidak terbiasa pakai peci. Sebab, peci saya kenakan pada acara yang khusus saja, seperti shalat Jumat," kata dia seperti dikutip Chinadailynews.com, Rabu (11/4). [12]
Menurut Zhe, pernikahan dengan tradisi Islam mengingatkan dirinya dan sang istri untuk tetap menjaga dan memperkuat keimanannya terhadap Islam. Perencana pernikahan Muslim, Wang Yong (35) berkata hampir  50 persen dari kliennya adalah Muslim. Pilihan dan permintaan mereka untuk pernikahan muslim sangat bervariasi. Di antara mereka mempertimbangkan sebuah perayaan besar-besaran, tapi ada pula yang hanya mengharapkan perayaan sederhana bersama teman dekat dan keluarga, seperti pernikahan Zhe. "Untuk masalah gaun, mereka biasanya memilih gaun ala barat atau gaun tradisional," katanya. "Yang pasti, kami ingin memuaskan semua selera dan preferensi," kata Wang.[13]
b)      Isu tantang terorisme
 China memasukkan enam orang suku Muslim Uighur ke daftar teroris nasionalnya. China menuduh keenam waga Muslim Uighur tersebut berada di balik kegiatan teroris yang mengancam keamanan di Provinsi Xinjiang, wilayah barat China. Nama-nama keenam warga Muslim Uighur itu telah dirilis pemerintah China, Kamis (5/5) lalu. Dan dikeluarkan secara resmi oleh Departemen Keamanan Publik China. Pemerintah China menuduh enam warga Uighur ini terlibat Gerakan Islam Turkestan Timur. Mereka pun diklaim pemerintah China telah merekrut anggota dan melakukan pelatihan untuk melakukan kekerasan di China.[14]
Warga Muslim Uighur memang selalu menjadi kambing hitam pemerintah China atas aksi kekerasan di kota Urumqi, Provinsi Xinjiang. Di Xinjiang selama 2009 telah terjadi ketegangan antara suku Muslim Uighur dan suku Han yang mendominasi daratan China. Para kritikus mengatakan kebijakan etnis mayoritas Han telah menciptakan kemarahan dan kebencian di antara orang-orang Uighur di kawasan itu. China pun telah dituduh mengeksploitasi ketakutan terorisme untuk membenarkan penindasan terhadap warga Muslim Uighur terhadap perbedaan budaya diantara keduanya.[15]
c)      UU tentang kebebasan minoritas muslim
Pemerintah Komunis China menerbitkan UU yang mengatur kebebasan kaum minoritas Muslim di China belajar agama Islam, mengaji dan melaksanakan ibadah sholat di masjid. Pemerintah China menjamin kebebasan bagi rakyatnya untuk memeluk agama sesuai keyakinannya, memelihara serta menjaga keutuhan umat beragama dan etnik. Pemerintah China bahkan memberikan otonom khusus kepada propinsi Xinjiang dan propinsi Ningxia yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Ke 2 propinsi tersebut diberikan kewenangan membangun daerahnya sesuai dengan budaya dan agama Islam. Wakil Ketua Asosiasi Komunitas Muslim Tiongkok, Yan Zhi Bo mengatakan agama Islam berkembang pesat seiring dengan reformasi dan kebebasan di China. "Ada sekitar 35 ribu masjid di seluruh wilayah China dan 10 institut yang dibangun khusus untuk mempelajari agama Islam dan Alquran", ungkapnya saat memberikan penjelasan kepada rombongan wartawan dari Indonesia dan Malaysia di Beijing, Selasa 8/11/2011.[16]










Penutup
Simpulan
Komunitas muslim china bermula hampir bersamaan dengan datangnya islam. Komunitas itu selama berabad-abad berikutnya melewati beberapa perubahan-perubahan keberuntungan, dari kedudukan berwibawadan berkekuatan besar dari seluruh negeri. Mayoritas umat Islam di Cina berpusat di wilayah otonomi Xinjiang dan Provinsi Jinghai dan Gansu. Meski demikian, banyak muslim yang tersebar di seluruh penjuru Cina. Di negara ini ada sekitar 40 ribu masjid dan 53 ribu imam shalat jamaah. Pada umumnya, bangunan-bangunan masjid di Cina mempunyai corak tersendiri yang terkandung aspek budaya yang kaya.
Pemerintah Cina terus melakukan upaya pengubahan demografi penduduk di Xinjiang. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak warga dari suku Han didatangkan ke Xinjiang. Dari dekade 50 abad ke-20 hingga kini, populasi masyarakat di kawasan ini meningkat menjadi 40 persen dari jumlah sebelumnya yang hanya 5 persen. Dari tahun 1990, suku Uygur menggelar aksi-aksi protes. Sementara, pemerintah malah meningkatkan proses pemindahan suku Han dalam jumlah besar ke Xinjiang. Umat islam di china mengalami pasang surut dari era pemerintahan China kuno hingga cina moderen mereka mengalami diskriminasi sebagai kaum minoritas yang teraniyaya.






DAFTAR PUSTAKA
  Lapidus, Ira M, A History of Islamic Societies, diterjemahkan oleh Ghufron A.
 Mas’adi (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm 665
Ali Ketani. Minoritas Muslim di  dunia Dewasa Ini:PT Raja Grafindo Persada
. Jakarta, 2005. Hlm 142.
http://kanzunqalam.wordpress.com/2011/01/13/sejarah-awal-mula-umat-muslim-di-china/
http://www.tuanguru.net/2012/04/perkembangan-islam-di-cina.html






[1] http://www.tuanguru.net/2012/04/perkembangan-islam-di-cina.html
[2] http://kanzunqalam.wordpress.com/2011/01/13/sejarah-awal-mula-umat-muslim-di-china/
[3] http://kanzunqalam.wordpress.com/2011/01/13/sejarah-awal-mula-umat-muslim-di-china/
[4]http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=143394&kat_id=105&kat_id1=147&kat_id2=260
[5] http://www.analisadaily.com/news/read/2011/08/12
[6]  Ira M Lapidus, A History of Islamic Societies, diterjemahkan oleh Ghufron A. Mas’adi (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm 665.
[7] Ali Ketani. Minoritas Muslim di  dunia Dewasa Ini:PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2005. Hlm 119-121.
[8] Ali Ketani. Minoritas Muslim di  dunia Dewasa Ini:PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2005. Hlm 121.
[9]http://metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/08/03/133315/Jumlah-Muslim-di-China-terus-Meningkat/82
[10] Ali Ketani. Minoritas Muslim di  dunia Dewasa Ini:PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2005. Hlm 142.
[11] http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/04/12/m2awt2-tren-nikah-secara-islam-jangkiti-muslim-cina
[12]http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/04/12/m2awt2-tren-nikah-secara-islam-jangkiti-muslim-cina
[13]http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/04/12/m2awt2-tren-nikah-secara-islam-jangkiti-muslim-cina
[14]http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/04/06/m21ipt-cina-masukkan-enam-suku-muslim-uighur-ke-daftar-teroris
[15]://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/04/06/m21ipt-cina-masukkan-enam-suku-muslim-uighur-ke-daftar-teroris
[16] http://indonesian.cri.cn/481/2011/11/10/1s122676.htm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HISTORIOGRAFI KONTEMPORER DAN PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK ERA REFORMASI

ekonomi islam pada masa Abu Bakar

orientalisme dan motivasinya