minoritas nuslim di china
Pendahuluan
Latar belakang
Islam masuk ke China pada awal abad pertama
Hijriyah (abad ke-7 M), tepatnya pada tahun 618 M, yakni pada masa pemerintahan
Dinasti Tang (618-907 M). Pendapat ini menyatakan pula bahwa Islam masuk
ke China dibawa oleh sahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas dengan
rombongannya yang berjumlah 15 orang. Islam masuk ke China melalui dua jalur utama, jalur darat disebut dengan
Jalur Sutera dan jalur laut.
Muslim di China mengalami periode mengerikan dan
penganiayaan yang terus-menerus yang berlangsung sekitar tiga abad dibawah
dinasti Manchu(1644-1911) pengalaman ini di abad sembialan belas membawa kepada
revolusi-revolusi muslim dan kepada pendirian negara-negara muslim yang pendek
dinegara Yunan, Kanshu dan Turkestan Timur. Semua negara ini di hancurkan biayaya
sangat besar bagi kehidupan musllim.
Setelah berdirinya RRC, ada 42000 masjid
berbarengan dengan sekolah Islam. Masjid-masjid ini ada diseluruh negeri
manapun muslim berada.sebuah kota seperti kashgar, metropolis mempunyai 49
masjid ada juga 27 masjid di nankin, 14 masjid di Sanghai, 11 di Tching tou, 11
di hankow, 10 Tien-tsin, 8 Urumchi dan 4 di kota Canton. Terdapat pula pluhan
ribu imama aktif dalam mendidik rakyat.
Ini disebut dengan ahung ada juga imam wanita diantara mereka. Imam-imam
tersebuta didik di empat pusatsetingkat dengan Universitas Al azar di Kairo.
Pertama di Turkestan Timur, dikota kasghor yang bertindak sebagai pusat
pentebarab Islam di China , kedua di Ho techou, di Kanshu di mana mahasiswa
datang dari penjuru China untuk mempelajari ilmu-ilmu keIslaman. , ketiga
institusi tinggi Islam di Beijing di kota Houai-King di provinsi Honan yang
mempunyai jumlah muslim terbesar diantara muslim-muslim di China.
Minoritas
muslim di China
ole moh teguh prasetyo
pembahasan
- Sejarah Awal Mula Umat Muslim di China
Para ahli sepakat
bahwa Islam masuk ke China pada awal abad pertama Hijriyah (abad ke-7 M),
tepatnya pada tahun 618 M, yakni pada masa pemerintahan Dinasti Tang (618-907
M). Pendapat ini menyatakan pula bahwa Islam masuk ke China dibawa oleh sahabat
yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas dengan rombongannya yang berjumlah 15 orang. Islam masuk ke China melalui dua jalur
utama, jalur darat disebut dengan Jalur Sutera dan jalur laut melalui pelayaran
yang disebut dengan Jalur Lada.[1]
Sejarawan Kwantung mencatat kedatangan muslim
pertama di China terjadi pada permulaan pemerintahan dinasti Tang. Dalam
catatan mereka disebutkan banyaknya orang asing dari kerajaan Annam, Kamboja,
Madinah dan beberapa negara lainnya datang ke Canton. Orang-orang asing ini
menyembah langit dan tidak menyembah patung, berhala, maupun gambar-gambar di
tempat peribadatan mereka. Kerajaan Madinah terletak di dekat India dan di
kerajaan ini lahir agama orang-orang asing ini yang berbeda dengan asal-usul
agama Budha. Mereka tidak makan daging babi dan tidak pula minum arak. Kini
para pemeluk agama ini disebut Hui-Hui.
Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh
Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar ini, kemudian memerintahkan
pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Kanton, yang merupakan
masjid pertama di daratan China. Ketika Dinasti Tang berkuasa, China tengah
mencapai masa keemasan, sehingga dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal
masyarakat Tiongkok.
Di dalam kitab sejarah China, yang berjudul Chiu
T’hang Shu diceritakan China pernah mendapat kunjungan diplomatik dari
orang-orang Ta Shih (Arab). Orang-orang Ta Shih ini, merupakan duta dari Tan mi
mo ni’ (Amirul Mukminin), yang ke-3 (Khalifah Utsman bin Affan).Sementara itu,
Buya HAMKA didalam bukunya Sejarah Umat Islam menulis, pada tahun 674M-675M, China
kedatangan salah seorang sahabat Rasulullah, Muawiyah bin Abu Sufyan (Dinasti
Umayyah), bahkan disebutkan setelah kunjungan ke negeri China, Muawiyah
melakukan observasi di tanah Jawa, yaitu dengan mendatangi kerajaan Kalingga.[2]
Berdasarkan catatan, diperoleh informasi, pada
masa Dinasti Umayyah ada 17 duta muslim datang ke China, sementara di masa
Dinasti Abbasiyah dikirim sebanyak 18 duta. Pada awalnya, pemeluk agama Islam
terbanyak di China adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang China yang
pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi.
Ketika Dinasti Song bertahta, umat Muslim telah
menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur
jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim. Pada tahun 1070 M,
Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara
untuk tinggal di China. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara China
dengan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut.
Orang-orang Bukhara itu lalu menetap di daerah
antara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid
alias ‘So-Fei Er’, yang kemudian dikenal sebagai `bapak’ komunitas Muslim di
China. Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam
di China semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di China, memberi kesempatan
kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi China Han. Sehingga pengaruh
umat Islam di China semakin kuat. Ratusan ribu imigran Muslim di wilayah Barat
dan Asia Tengah direkrut Dinasti Mongol untuk membantu perluasan wilayah dan
pengaruh kekaisaran.
Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab
dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim
yang memimpin korporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim
mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga
membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq. [3]Pada masa kekuasaan Dinasti Ming, Muslim
masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti
Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim terkemuka, ada lagi Lan Yu Who,
sekitar tahun 1388, Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia.
Selain itu, di masa Kaisar Yong Le (Zhu Di) muncul seorang pelaut Muslim yang
handal, yang bernama Laksamana Cheng Ho.
- Suku Bangsa China yang Beragama Islam
Dalam sejarah, Muslim China sempat mengalami
perlakuan keras dari beberapa pemerintah yang berkuasa. Pun ketika rezim
komunis memegang tampuk pimpinan, Islam secara sistematis terpinggirkan lewat
propaganda anti-Muslim. Akan tetapi, seiring perubahan situasi di negara
tersebut, kehidupan umat Muslim berangsur membaik dan mulai menata diri.[4] Suku-suku bangsa minoritas yang beragama Islam
terdapat dua suku bangsa yang besar yaitu Hui dan Uygur di samping beberapa
suku bangsa kecil-kecil lainnya.
1. Suku Bangsa Hui
Pada periode Dinasti Ming istilah Hui ditujukan
kepada orang China yang muslim, baik terhadap muslim asing yang telah
berasimilasi maupun terhadap orang China yang memeluk Islam.Antara tahun
651-798, terdapat total sebanyak 39 delegasi muslim datang ke China. Namun
seiring dirintisnya ‘jalur sutra dan rempah” oleh Marcopolo, maka makin
banyaklah umat muslim yang merupakan pedagang berkunjung ke China. Kian lama
terjadi pembauran, mereka bahkan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk
sebuah etnis baru yakni etnis Hui.[5]
Ciri utama kebudayaan mereka adalah mereka
berbahasa China dan memakai tulisan China. Orang Hui ini sering memakai peci
putih seperti peci haji walaupun mereka belum menunaikan ibadah haji. Minorotas
bangsa Hui ini tersebar di seluruh China terutama di Singkian, Ning Xia, gansu,
Quanghai, Henan, Hebei, Shandong, Yunan Tianjin, dan lain-lain. Sebahagian
minoritas bangsa Hui bertempat tinggal di Singkian, sehingga minoritas bangsa
tersebut disebut Singkian Hui, sebagaimana minoritas bangsa Uygur yang akan
dibahas pada pembahasan selanjutnya, disebut Singkian Uygur.
2. Suku Uygur
Uygur adalah bangsa minoritas keturunan Turki yang
umumnya bertempat tinggal di Turkestan Timur yang oleh RRC disebut sebagai “
Daerah otonomi Singkiang Uygur”. Bangsa minoritas ini tidak berasimilasi dengan
masyarakat Asia Tengah dan tidak berasimilasi pula ke dalam pola kebudayaan China.[6] Di bawah pemerintahan China, identitas Islam
baik dikalangan warga perkotaan maupun pada warga nomadik dipertahankan
seutuhnya.
Sebelum Turkestan Timur menjadi “Daerah
otonomiSingkiang Uygur”, China telah lama memandang Asia Tengah sebagai bagian
dari wilayahnya, dan selama ini berusaha melindungi beberapa wilayah
perbatasannya dari pencaplokan bangsa Barbarian. Pada tahun 1759, bangsa China
mengalahkan Dzungarian, merebut kekuasaan atas kota-kota Oasis, mengusir para
khuja dan mencaplok Turkestan Timur. Selain itu bangsa China menjadikan wilayah
timur Kazakh dan Khokand sebagai wilayah jajahan mereka. Dengan penjajahan ini
bangsa China mempertukarkan sutra, tea mereka untuk mendapatkan kuda, binatang
ternak dan beberapa produk Rusia lainnya. Ciri utama kebudayaan mereka adalah
mereka mempunyai tulisan sendiri yaitu tulisan Arab. Nama mereka pun adalah
nama-nama Arab. Mereka dengan sekuat tenaga dan berbagai cara terus
mem-pertahankan rasa kebangsaan dan identitas mereka.
- Perkembangan minoritas muslim di China
Muslim di China mengalami periode mengerikan dan penganiayaan yang
terus-menerus yang berlangsung sekitar tiga abad dibawah dinasti Manchu(1644-1911)
pengalaman ini di abad sembialan belas membawa kepada revolusi-revolusi muslim
dan kepada pendirian negara-negara muslim yang pendek dinegara Yunan, Kanshu
dan Turkestan Timur. Semua negara ini di hancurkan biayaya sangat besar bagi
kehidupan musllim.[7]memasuki
abad sekarang revolusi-revolusi nasionalis china pada 1911, didukung oleh masa
muslim yang sangat ingin menghancurkan rezim Manchu. Dari 1911 sampai 1948, Islam
menyaksikan suatu kebangkitan yang sebenarnya di China dan orang-orang muslim
mulai mendapatkan kembali beberapa pengaruhnya yang dulu. Sejak pembentukan
rezim komunis 1948, suatu bentuk penindasan baru dilakukan terhadap orang
muslim. Semua kontak antara muslim dibrbagai bagian China dan dunia lain
berhenti. Masjid-masjid dan sekolah sekolah muslim di tutup, para imam dibunuh
atau dipenjarakan. struktur kekeluargaan muslim dihancurkan dan para anggotanya
bubar.
Mayoritas muslim China mengikuti madhab
hanafi. Sekitar 90% muslim adalah cino dalam pengertian seutuhnya namanya cian
wajah mukanya China, begitu juaga kebudayaanya. Ini sering disebut huis oleh China
yang lain sisanya yang 10% adalah turki, mongol. Muslim lebih banyak di
provinsi-provinsi utara daripada provinsi selatan. Rezim komunis tidak perlu
sensus dalam pengidentiofikasian agama. Namun jumlah muslim yang bukan berasal
dari etnik China dapat ditaksir dari sensus kenbangsaanya. Bagi muslim secara etnis adalah China, jumlanya
dapat dihitung atas dasar sensus 1936. Sensusini menunjukan jumlah muslim ditiap provinsi dan juga jumlah
peduduk muslim seluruhnyaditaksir 47.437.000orang atau 10,5% dari jumlah
penduduk. Jika presentase ini tidak berubah, kita sampai pada suatu angka 107
juta pada 1982. Muslim merupakan mayoritas di dua wilayah: daerah otonom Singkiang-Uighhur
dan provinsi chinghai. Muslim juga mendekati-mayoritas dalam dua wilayah lain: Ninghsia-hui(47%)
dan Khansu(40%). Namun wilayah-wilayah ini dengan presentase muslim yang tinggi
menjadi wilayah tujuan imigrasi non-muslim secara besar-besaran yang cenderung
menepiskan karakter keIslaman.[8]
Bagi muslim China periode 1952-1968 mirip dengan era stalin di uni soviet.
Kelaparan buatan duciptakan, pendududk muslim dibubarkan, masjid-masjid
dibakar, lembaran-lembaran Al quran di robek berserakan dan pemimpin muslim
dianiyaya dan dihina. Baru-baru ini saja, beberapa perbaikan nasib orang-orang
muslim seakan-akan telah terjadi. Harapan-harapan telah meningkat setelah
meninggalnya Mao Tse Tung dan penyisihan ”kelompok empat”. Komunitas muslim
hongkong, taiwan dan makao akan dibicarakan tersendiri karena mereka hidup
dibawah situasi yang berbeda. Populasi muslim di China diperkirakan terus naik.
Kini ada sekitar 22 juta muslim di China. Diharapkan mereka dapat bersatu
dengan miliaran muslim di seluruh dunia. Setengah dari muslim China berasal
dari kelompok etnis Hui. Sisanya berasal dari kelompok etnis yang berbeda di
wilayah barat laut China, Xinjiang dan Ningxia.[9]
Setelah berdirinya RRC, ada 42000 masjid berbarengan dengan sekolah Islam.
Masjid-masjid ini ada diseluruh negeri manapun muslim berada.sebuah kota
seperti kashgar, metropolis mempunyai 49 masjid ada juga 27 masjid di nankin,
14 masjid di Sanghai, 11 di Tching tou, 11 di hankow, 10 Tien-tsin, 8 Urumchi dan
4 di kota Canton. Terdapat pula pluhan ribu imama aktif dalam mendidik
rakyat. Ini disebut dengan ahung
ada juga imam wanita diantara mereka. Imam-imam tersebuta didik di empat
pusatsetingkat dengan Universitas Al azar di Kairo. Pertama di Turkestan
Timur, dikota kasghor yang bertindak sebagai pusat pentebarab Islam di China ,
kedua di Ho techou, di Kanshu di mana mahasiswa datang dari penjuru China
untuk mempelajari ilmu-ilmu keIslaman. , ketiga institusi tinggi Islam
di Beijing di kota Houai-King di provinsi Honan yang mempunyai jumlah muslim
terbesar diantara muslim-muslim di China.[10]
- Isu-isu kontemporer minoritas muslim di China
a)
Isu tentang pernikahan
Pasangan muslim China mengaku kini lebih memilih
untuk menikah sesuai dengan tradisi Islam. Selain demi memperkuat keimanan,
biaya yang dikeluarkan juga dinilai tidak terlalu besar. Pasangan Zhe Yagang,
25 tahun dan Yang Liu, 25 tahun, misalnya, memutuskan untuk menikah sesuai
tradisi Islam karena mereka menganggap cara itu lebih unik, dan tentunya
menyenangkan orang tua mereka. Yang menarik, tidak sulit untuk mencari event
organizer (EO) yang khusus merencanakan pernikahan muslim di Beijing. Dengan
mengeluarkan biaya 8.000 yuan (Rp 11 juta) untuk pengurusan buku nikah dan 700
yuan atau sekitar satu juta rupiah untuk menyewa gaun pengantin, kedua pasangan
ini tinggal tahu beres[11].
Setelah urusan administrasi diselesaikan,
pernikahan keduanya pun berlangsung Sabtu (7/4) kemarin. Selanjutnya,
sesuai tradisi China, resepsi akan berlangsung di sebuah restoran halal.
Lantaran tidak terbiasa, Zhe sempat merasa aneh. "Saya tidak terbiasa
pakai peci. Sebab, peci saya kenakan pada acara yang khusus saja, seperti
shalat Jumat," kata dia seperti dikutip Chinadailynews.com, Rabu (11/4). [12]
Menurut Zhe, pernikahan dengan tradisi Islam
mengingatkan dirinya dan sang istri untuk tetap menjaga dan memperkuat
keimanannya terhadap Islam. Perencana pernikahan Muslim, Wang Yong (35) berkata
hampir 50 persen dari kliennya adalah
Muslim. Pilihan dan permintaan mereka untuk pernikahan muslim sangat
bervariasi. Di antara mereka mempertimbangkan sebuah perayaan besar-besaran,
tapi ada pula yang hanya mengharapkan perayaan sederhana bersama teman dekat
dan keluarga, seperti pernikahan Zhe. "Untuk masalah gaun, mereka biasanya
memilih gaun ala barat atau gaun tradisional," katanya. "Yang pasti,
kami ingin memuaskan semua selera dan preferensi," kata Wang.[13]
b)
Isu tantang terorisme
China
memasukkan enam orang suku Muslim Uighur ke daftar teroris nasionalnya. China
menuduh keenam waga Muslim Uighur tersebut berada di balik kegiatan teroris
yang mengancam keamanan di Provinsi Xinjiang, wilayah barat China. Nama-nama
keenam warga Muslim Uighur itu telah dirilis pemerintah China, Kamis (5/5)
lalu. Dan dikeluarkan secara resmi oleh Departemen Keamanan Publik China. Pemerintah
China menuduh enam warga Uighur ini terlibat Gerakan Islam Turkestan Timur.
Mereka pun diklaim pemerintah China telah merekrut anggota dan melakukan
pelatihan untuk melakukan kekerasan di China.[14]
Warga Muslim Uighur memang selalu menjadi kambing
hitam pemerintah China atas aksi kekerasan di kota Urumqi, Provinsi Xinjiang.
Di Xinjiang selama 2009 telah terjadi ketegangan antara suku Muslim Uighur dan
suku Han yang mendominasi daratan China. Para kritikus mengatakan kebijakan
etnis mayoritas Han telah menciptakan kemarahan dan kebencian di antara
orang-orang Uighur di kawasan itu. China pun telah dituduh mengeksploitasi
ketakutan terorisme untuk membenarkan penindasan terhadap warga Muslim Uighur
terhadap perbedaan budaya diantara keduanya.[15]
c)
UU tentang kebebasan minoritas muslim
Pemerintah Komunis China menerbitkan UU yang
mengatur kebebasan kaum minoritas Muslim di China belajar agama Islam, mengaji
dan melaksanakan ibadah sholat di masjid. Pemerintah China menjamin kebebasan
bagi rakyatnya untuk memeluk agama sesuai keyakinannya, memelihara serta
menjaga keutuhan umat beragama dan etnik. Pemerintah China bahkan memberikan
otonom khusus kepada propinsi Xinjiang dan propinsi Ningxia yang mayoritas
penduduknya memeluk agama Islam. Ke 2 propinsi tersebut diberikan kewenangan
membangun daerahnya sesuai dengan budaya dan agama Islam. Wakil Ketua Asosiasi
Komunitas Muslim Tiongkok, Yan Zhi Bo mengatakan agama Islam berkembang pesat
seiring dengan reformasi dan kebebasan di China. "Ada sekitar 35 ribu
masjid di seluruh wilayah China dan 10 institut yang dibangun khusus untuk
mempelajari agama Islam dan Alquran", ungkapnya saat memberikan penjelasan
kepada rombongan wartawan dari Indonesia dan Malaysia di Beijing, Selasa
8/11/2011.[16]
Penutup
Simpulan
Komunitas muslim china bermula hampir bersamaan
dengan datangnya islam. Komunitas itu selama berabad-abad berikutnya melewati
beberapa perubahan-perubahan keberuntungan, dari kedudukan berwibawadan
berkekuatan besar dari seluruh negeri. Mayoritas umat Islam di Cina berpusat di
wilayah otonomi Xinjiang dan Provinsi Jinghai dan Gansu. Meski demikian, banyak
muslim yang tersebar di seluruh penjuru Cina. Di negara ini ada sekitar 40 ribu
masjid dan 53 ribu imam shalat jamaah. Pada umumnya, bangunan-bangunan masjid
di Cina mempunyai corak tersendiri yang terkandung aspek budaya yang kaya.
Pemerintah Cina terus melakukan upaya pengubahan
demografi penduduk di Xinjiang. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak warga
dari suku Han didatangkan ke Xinjiang. Dari dekade 50 abad ke-20 hingga kini,
populasi masyarakat di kawasan ini meningkat menjadi 40 persen dari jumlah
sebelumnya yang hanya 5 persen. Dari tahun 1990, suku Uygur menggelar aksi-aksi
protes. Sementara, pemerintah malah meningkatkan proses pemindahan suku Han
dalam jumlah besar ke Xinjiang. Umat islam di china mengalami pasang surut dari
era pemerintahan China kuno hingga cina moderen mereka mengalami diskriminasi
sebagai kaum minoritas yang teraniyaya.
DAFTAR
PUSTAKA
Lapidus, Ira M, A History of Islamic
Societies, diterjemahkan oleh Ghufron A.
Mas’adi (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999), hlm 665
Ali Ketani. Minoritas Muslim
di dunia Dewasa Ini:PT Raja Grafindo
Persada
. Jakarta, 2005.
Hlm 142.
http://kanzunqalam.wordpress.com/2011/01/13/sejarah-awal-mula-umat-muslim-di-china/
http://www.tuanguru.net/2012/04/perkembangan-islam-di-cina.html
[1]
http://www.tuanguru.net/2012/04/perkembangan-islam-di-cina.html
[2]
http://kanzunqalam.wordpress.com/2011/01/13/sejarah-awal-mula-umat-muslim-di-china/
[3]
http://kanzunqalam.wordpress.com/2011/01/13/sejarah-awal-mula-umat-muslim-di-china/
[4]http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=143394&kat_id=105&kat_id1=147&kat_id2=260
[5]
http://www.analisadaily.com/news/read/2011/08/12
[6] Ira M Lapidus, A History of Islamic
Societies, diterjemahkan oleh Ghufron A. Mas’adi (Cet. I; Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1999), hlm 665.
[7] Ali Ketani. Minoritas Muslim
di dunia Dewasa Ini:PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta, 2005. Hlm 119-121.
[8] Ali Ketani. Minoritas Muslim di dunia Dewasa Ini:PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta, 2005. Hlm 121.
[9]http://metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/08/03/133315/Jumlah-Muslim-di-China-terus-Meningkat/82
[10] Ali Ketani. Minoritas Muslim
di dunia Dewasa Ini:PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta, 2005. Hlm 142.
[11] http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/04/12/m2awt2-tren-nikah-secara-islam-jangkiti-muslim-cina
[12]http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/04/12/m2awt2-tren-nikah-secara-islam-jangkiti-muslim-cina
[13]http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/04/12/m2awt2-tren-nikah-secara-islam-jangkiti-muslim-cina
[14]http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/04/06/m21ipt-cina-masukkan-enam-suku-muslim-uighur-ke-daftar-teroris
[15]://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/04/06/m21ipt-cina-masukkan-enam-suku-muslim-uighur-ke-daftar-teroris
[16]
http://indonesian.cri.cn/481/2011/11/10/1s122676.htm
Komentar
Posting Komentar