sejarah penerapan hukum islam asia tenggara
Pendahuluan
Setiap sistem hukum menyatakan bahwa
orang-orang yang terikat dengan hukum tersebut harus bersedia mengakui
otoritasnya. Selain itu mereka juga mengakui bahwa hukum tersebut mengikat
mereka, begitu juga dengan hukum Islam juga dengan hukum dalam suatu negara
bangsa. Secara umum ada dua pandangan dalam penerapan hukum Islam dibawah
ketentuan negara-bangsa (nation-state). Pandangan pertama ialah
mengedepankan cara akomodatif, yaitu bangunan hukum Islam dirubah seseuai
dengan paradigma modern. Artinya hukum Islam yang semula lahir dan berkembang
dalam masyarakat tradisional yang bersifat kelompok, sehingga anggota
komunitasnya diikat berdasarkan identitas, etnis, agama, keluarga atau yang
lain sebagainya. Keseluruhan paradigma hukum Islam tradisonal tersebut dirubah
dengan sisitem keseluruhan yaitu system yang mana masyarakat berada dalam
sebuah sistem yang konstitusional negara-bangsa bahkan tatanan hukum
internasional.[1] Oleh karena itu, keputusan dan praktek
hukum Islam harus didasarkan pada alasan-alasan rasional. Jadi, seluruh warisan
hukum Islam adalah baku, begitu juga dengan hukum-hukum pada awalnya seperti
hukum adat dan lain sebagainya dalam hukum nasional.
Lalu paradigma kedua adalah dengan
mempetahankan paradigma hukum Islam semula mendesaknya masuk dalam sistem hukum
modern, baik secara ideologis maupun
praktis. Idelogis dalam arti menggantikan sistem negara bangsa.
Kwarganegaraannya berdasarkan keseragaman agama, yaitu Islam sebagai sistem
yang formal. Jadi hukum modern hanya bertugas menerapkan hukum yang sudah jadi
tersebut.
Pembahasan
Sejarah Perkembangan
Penerapan Hukum Islam
di Negara dan Kehidupan
Pribadi Masyarakat di Asia Tenggara
secara geografis Asia Tenggara
terletak diantara benua asia dan Australia dan dihimpit oleh dua samudra yaitu
samudara pasifik dan hindia dan dilalui dua deretan pegunungan besar yaitu
pegunungan sirkum mediterania dan sirkum pasifik sehingga hal ini
sebenarnya ada beberapa periode sasi
perkembangan dan penerapan hukum Islam secara umum akan tetapi dalam mata
kuliah kita ini kita difokuskan oleh wilayah Asia Tenggara akan tetapi saya
sedikit memberi gambaran umum mengenai periodesasi sejarah hukum Islam:[2]
a)
Hukum Islam di zaman rasul
b)
Hukum Islam poada zaman
khulafaurrasyidin
c)
Hukum Islam pasca khulafa hingga
awal abad II hijriyah
d)
Hukum Islam zaman awal abad
II H. hingga pertengahan abad IV H
e)
Hukum Islam pada zaman
pertengahan abad IV H. hingga Baghdat hancur
f)
Hukum Islam sejak
kehancuran Baghdat hingga kini
Ada kecenderungan yang menonjol yang berkaitan dengan perkembangan
hukum Islam di Asia Tenggara, yaitu:
Hukum Islam telah berubah dan
bergeser dari orientasinya yang menekankan persoalan ibadah menuju persoalan
muamalah. Perdebatan hukum saat ini sudah tidak lagi dipenuhi oleh masalah
ibadah saja seperti batalnya wudhu seseorang jika bersentuhan dengan lawan
jenisnya, tetapi sudah merambah ke persoalan-persoalan halal haramnya makanan
atau ekonomi syari’ah. Penyadaran hukum tidak hanya satu mazhab, tetapi
diperluas untuk melihat dan merujuk ke pelbagai mazhab fiqh yang ada.
Cakupan masalah hukum Islam
di Asia Tenggara sangat luas, baik materinya maupun institusi pengembangannya.
Dari segi materi misalnya muncul isu hukum Islam di bidang pidana, bisnis,
barang gunaan dan makanan disamping masalah-masalah yang menyangkut kewenangan
pengadilan agama selama ini seperti perkawinan, perceraian dan kewarisan. Dari
segi institusi pengembangan hukum Islam ada masalah pengembangan mengenai
eksistensi lembaga peradilan, kodifikasi dan organisasi hukum Islam
Secara histories
penerapan hukum Islam di Asia Tenggara telah dimulai sejak kekuasaan Kesultanan
Malaka berdiri. Hal itu dapat diketahui melalui beberapa bukti sejarah yang
terdapat dalam buku kodifikasi hukum Malaka, inskripsi sejarah dan catatan
sejarahwan Asia Tenggara. Hukum Kanun Melaka misalnya sebagai produk kedua
setelah inskripsi kuno Trengganu diyakini sangat berpengaruh pada konstitusi hukum
Negara-negara Melayu lainnya. Di Indonesia Nuruddin, juga menulis kitab hukum Islam
dengan judul Sirath al-Mustaqim pada tahun 1628, yang menurut Hamka merupakan
kitab hukum yang pertama dan sangat berpengaruh di Indonesia. Di masa kolonial,
seperti yang dicatat Berg dengan pendekatan reseptio in complexu theorie,
diyakini bahwa Muslim Indonesia telah mempraktekkan secara formal hukum Islam
secara menyeluruh dalam segala aspek hukum mulai dari kriminal, keluarga dan
ekonomi (muamalah). Akhirnya dengan sepenuhnya menyandarkan pada pendekatan
sejarah diskusi tentang implementasi hukum Islam di empat negara utama di Asia
Tenggara Indonesia, Malaysia, Thailand dan Philipina, di era pasca kolonial
difokuskan pada institusi peradilan yang bertanggung jawab atas penerapan hukum
Islam di keempat negara tersebut.[3]
Dari uraian diatas
maka dapat kita simpulkan bahwa ada sebuah ungkapan sebuah dimensi waktu
tentang penerapa hukum Islam di Asia Tenggara yang mana saya analisis menjadi
tiga dimensi waktu yaitu:
- Pada masa kerajaan Islam
Dimasa kerajaan Islam
penerapan hukum Islam memiliki sebuah system terpusat yang mana hal ini di
kendalikan oleh kerajaan. Secara histories penerapan hukum Islam di Asia
Tenggara telah dimulai sejak kekuasaan Kesultanan Malaka berdiri. Hal itu dapat
diketahui melalui beberapa bukti sejarah yang terdapat dalam buku kodifikasi
hukum Malaka, inskripsi sejarah dan catatan sejarahwan Asia Tenggara. Hukum
Kanun Melaka misalnya sebagai produk kedua setelah inskripsi kuno Trengganu
diyakini sangat berpengaruh pada konstitusi hukum Negara-negara Melayu lainnya.
Di Indonesia Nuruddin, juga menulis kitab hukum Islam dengan judul Sirath
al-Mustaqim pada tahun 1628, yang menurut Hamka merupakan kitab hukum yang
pertama dan sangat berpengaruh di Indonesia.[4]
Sejak abad ke-7 dan
abad selanjutnya Islam telah datang didaerah timur asia tenggara dapat
dihubungkan dengan sebuah bukti arkeologis berupa nisan kubur hingga saat ini
nisan yang paling tua dari abad ke 11 dua nisan kubur yang ditemukan di
Phanrang campa selatan yang kini menjadi wilayah dari Vietnam di Brunei
Darussalam peninggalan berupa batu Nissan di temukan di daerah pelabuhan.[5]
Selain di Malaka
hasrat serupa juga terjadi dikerajaan Pahang ditemukan sebuah teks berisi
sebuah ketetapan hukum di Pahang disusun untuk penguasa kerajaan Pahang,
sulatan Abdul Ghofar Muhiddin Syah didalam UU Pahang ini sangat kuat bahkan
hampir seluruh pasal dalam UU dari teks tersebut berasal dari hukum berasal
dari madhab Syafi’I sebagaimana hukum Islam di kerajaan pattati, implementasi
hukum Islam dilakukan oleh raja yang telah memeluk agama Islam.[6]
Selain itu pula
penerapan hukum Islam juga dilakukan oleh para penguasa kesulatanan Aceh, ini
terbukti dengan adanya teks bustan as-salatin karangan Nurrudin Ar-
Raniri yang mencatat bahwa sultan Alaudin adalah raja yang alim yang sangat
menghendaki rakyaatnya melaksanakan ajaran Islam bahkan kesultanan Aceh
penerapan hukum Islam dilakukan melalui lembaga yang dirancang bertangung jawab
yaitu lembaga kadi.[7]
Pengembara asal
perancis asal Perancis yang singgah di aceh pada tahun 1621 mencatat adanya dua
lembaga yaitu peradilan yang murni yang mengurus sebuah peradilan yang murni
mengurusi keagaman yang betentangan dengan hukum Islam seperti: minum alkohol,
berjudi, meninggalkan sholat, dan puasa, serta peradilan yang berurusan dengan
masalah kemasarakatan seperti perkawinan, cerai dan warisan.[8]
Selain hal tersebut
diatas ada juga bukti arkeologis yang memuat tentang sebuah pengkodifikasan
hukum yang dimuat dalam prasasti trengganu yang isinya memuat daftar singkat mengenai
sepuluh aturan dan bagi siapa yang melanggarnya akn mendapat hukuman,
diperkirakab prasasti ini dibuat pada hari jumat, 4 rajab 702 H atau febuari
1303 M.[9]
selain itu didaerah selatan Thailand ada sebuah kerajaan yang bernama kerajaan
Patani yang notabenya sebagai kerajaan Islam yang menerapkan dan mejalankan
praktik hukum Islam seperti: pembagian harta warisan setelah kerajaan ini
ditaklukka oleh bangsa Thai penerapan hukum menjadi praktek individu hal ini
biasanya dilakukan oleh para imam karena pembagian harta warisan hal ini
dilakukan karena penerapan hukum pembagian warisan berbeda dengan hukum yang
ditetapkan oleh pemerintah
2.
Pada masa kolonial
Di masa kolonial,
seperti yang dicatat Berg dengan pendekatan reseptio in complexu theorie,
diyakini bahwa Muslim Indonesia telah mempraktekkan secara formal hukum Islam
secara menyeluruh dalam segala aspek hukum mulai dari kriminal, keluarga dan
ekonomi (muamalah). Akhirnya dengan sepenuhnya menyandarkan pada pendekatan
sejarah diskusi tentang implementasi hukum Islam di empat negara utama di Asia
Tenggara Indonesia, Malaysia, Thailand dan Philipina, di era pasca kolonial
difokuskan pada institusi peradilan yang bertanggung jawab atas penerapan hukum
Islam di keempat negara tersebut.[10]
Di Malaysia: Hukum
Inggris tetap diberlakukan dan diterapkan pada sebagian legislasi dan yuris prudensi. Undang
Undang Hukum Perdata 1956, menyebutkan apabila tidak didapatkan hukum tertulis
maka pengadilan perdata mengikuti hukum Adat Inggris atau aturan lain yang
sesuai. Dengan demikian hukum Islam hanya dapat diterapkan pada wilayah yang
terbatas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hukum keluarga dan pelanggaran
agama yang hanya berlaku untuk orang Islam. Bila ada pertentangan antara
pengadilan perdata dengan syariah, keputusan pengadilan perdata lebih
diutamakan Pemerintah Malaysia pernah mengeluarkan kebijaksanaan untuk
menyatukan prinsip-prinsip Islam dalam aspek kehidupan serta administrasi,
termasuk juga hukum.[11]
Di Singapura Ummat Islam
di Singapura berusaha keras mendekati pemerintah agar mensahkan suatu
undang undang yang mengatur Hukum Personal dan Keluarga Islam. Upaya telah
ditempuh melalui perwakilan, baik perorangan maupun melalui organisasi Muslim,
yang bekerja selama bertahun-tahun dan baru tahun 1966 pemerintah mengeluarkan
rancangan undang-undang Parlemen dan menerima UU Administrasi Hukum Islam (the
Administration of Muslim Law Act 1966).[12] Sebelum rancangan undang
undang tersebut diterima , umat Islam dari berbagai mazhab diberi kesempatan
untuk membuat perwakilan dan diminta untuk menghadap Komite Pemilihan Parlemen
untuk mengungkapkan pandangannya terhadap UU tersebut. Setelah rancangan
tersebut diterima dan UU Administrasi Hukum Islam 1966 diberlakukan , kemudian
mengalami beberapa kali amandemen sesuai yang diajukan oleh Dewan Agama Islam
dan selanjutnya ditambahkan ordonansi kedalamnya. UU Administrasi Hukum Islam
merupakan pengundangan Hukum Islam yang memberikan ruang gerak yang fleksibel
dalam penerapan hukum syariat.[13]
Kodifikasi syariah
yang sistimatis telah dimulai sejak tahun empat puluhan untuk diterapkan dalam
masyarakat Islam di empat provinsi selatan Thailand. Kodifikasi sekarang
telah tercakup dalam Undang Undang Sipil Thailand yang berkenaan dengan
keluarga dan warisan, dimana kandungan syariahnya bersifat inklusif mengadili
kasus di antara umat Islam. Seluruh sistem berkaitan langsung dengan
mazhab Syafi’i, karena mayoritas masyarakat Muslim Thai menganut mazhab
ini. Pertentangan antara orang Islam yang menganut mazhab yang berbeda
tidak dapat diselesaikan dengan sistem peradilan yang ada karena yang digunakan
hanyalah yang telah sah dikodifikasikan. Sampai kini kodifikasi syariah yang
ada beserta administrasinya tidak pernah ditinjau ulang.
3.
Pada masa kemerdekaan atau
era kontemporer
Pada era era kontemporer dewasa ini
ada beberapa isu atau preblemmatika karena pada masa kemerdekaan tidak terlalu
banyak campur tangan oleh pihak-pihak luar karena hal ini dipengaruhi pleh
perkembangan politik dan euforia kemerdekaan jadi sifat nasionalismenya banyak
sedikit memengaruhi setiap kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
ada tiga aspek yang menjadi suatu kosentrasi dalam penerapan hukum di asia
tenggara yaitu: [14]
- Lembaga peradilan agama.
Posisi
pengadilan agama dan bidang hukum yang ditangani tentunya berbeda antara satu
Negara dengan yang lainnya di ASEAN. Di Indonesia pengadilan agama sejajar
kedudukannya dengan pengadilan-pengadilan lainnya. Di Malaysia posisi
pengadilan agama baik diwilayah hukum Malaya maupn borneo lebih rendah (artinya
pengadilan agama hanya menangani perkara-perkara perdata dan pidana umat islam
yang kadar kejahatannya paling rendah) dibanding dengan kedudukan pengadilan
umum. Di Negara yang penduduk islamnya minoritas, seperti singapura, Filipina,
dan Thailand, pengadilan agama hanya menangani perkara-perkara hukum
kekeluargaan.
- Posisi pengadilan agama dan bidang hukum yang ditangani tentunya berbeda antara satu Negara dengan yang lainnya di ASEAN. Di Indonesia pengadilan agama sejajar kedudukannya dengan pengadilan-pengadilan lainnya. Di Malaysia posisi pengadilan agama baik diwilayah hukum Malaya maupn borneo lebih rendah (artinya pengadilan agama hanya menangani perkara-perkara perdata dan pidana umat Islam yang kadar kejahatannya paling rendah) dibanding dengan kedudukan pengadilan umum. Di Negara yang penduduk Islamnya minoritas, seperti singapura, Filipina, dan Thailand, pengadilan agama hanya menangani perkara-perkara hukum kekeluargaan.
- Kodifikasi hukum Islam.
Hukum Islam yang
berkembang di asia tenggara tersebar dalam sejumlah buku yang biasa dikenal
dengan kitab kuning, jumlahnya sekitar 21 kitab kuning. Di Indonesia sendiri
ada 13 buku yang ditetapan dan dijadikan rujukan dalam memutuskan
perkara-perkara di pengadilan agama.
Namun ternyata penggunaan buku-buku tersebut dalam memutuskan perkara-perkara terasa mengandung banyak kelamahan, diantaranya karena buku rujukan dianggap terlalu banyak, buku tersebut ada yang terdiri atas beberapa jilid. Akibatnya penggunaannya terasa tidak praktis.
Akhirnya pada tahun 1985 muncul gagasan untuk membentuk kompilasi hukum Islam untuk merumuskan aturan-aturan hukum yang relevan dengan tuntutan masyarakat muslim saat ini dan menyatukan pendapat para ulama mengenai perkara-perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama.
Namun ternyata penggunaan buku-buku tersebut dalam memutuskan perkara-perkara terasa mengandung banyak kelamahan, diantaranya karena buku rujukan dianggap terlalu banyak, buku tersebut ada yang terdiri atas beberapa jilid. Akibatnya penggunaannya terasa tidak praktis.
Akhirnya pada tahun 1985 muncul gagasan untuk membentuk kompilasi hukum Islam untuk merumuskan aturan-aturan hukum yang relevan dengan tuntutan masyarakat muslim saat ini dan menyatukan pendapat para ulama mengenai perkara-perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama.
Di Indonesia
sendiri terdapat kompilasi hukum Islam yang merupakan hasil dari kodifikasi
hukum Islam. Di Malaysia kodifikasi hukum Islam sudah sangat jauh, misalnya di
bidang hukum kekeluargaan ada peraturan hukum kekeluargaan Islam tiap daerah
tertentu, bidang pembuktian ada undang-udang pembuktian pengadilan agama wilayah
federal dan di bidang baitul mal ada undang-undang baitul mal wilayah federal,
dibidang hukum acara pidana ada undang-udang acara pidana syariah wilayah
federal. Di singapura telah pula memiliki kumpulan aturan hukum Islam yang
disebut administrasi undang-undang hukum Islam.
- Organisasi hukum Islam
Kini ada sebuah
organisasi hukum Islam di Asia Tenggara yang menyebut dirinya SEASA-South East
Asian Syari’ah Law Assosiation (SEASA-Prhimpunan Ahli Syariah se-Asia
Tenggara). Dengan demikian, jelas bahwa cakupan masalah hukum Islam yang
berkembang di asia tenggara sangat luas, baik materinya maupun institusi
pengembangannya. Dari segi materi, misalnya muncul isu hukum Islam di bidang
pidana, bisnis, barang gunaan dan makanan, disamping juga masalah-masalah yang
menyangkut kewenangan pengadilan agama selama ini seperti perkawinan,
perceraian dan kewarisan. Dari segi institusi pengembangan hukum Islam ada
masalah pengembangan mengenai eksistensi lembaga peradilan, kodifikasi dan
organisasi hukum Islam.
Pada perkembangannya negara-negara
di atas tidaklah sama. Hal ini karena kultur di setiap negara berbeda. Ditambah
lagi sikap pemerintah terhadap agama Islam yang berfariasi.
Penutup
Simpulan
Perkembangan hukum
islam di asia tenggara meliputi berbagai aspek dari hukum pidana, perdata,
yaitu: fiqih Ahwalusaskia, muamalah, dan fiqih ibadahdari hukuman orang yang
minum-minuman keras, hukuman criminal dan keluarga Didalam perkembanganya peran klerajaan Islam
dalam menanamkan semangat untuk menerapkan hukum Islam sangat tingggi hal ini
dipengaruhi factor penghambat yang kecil dan belum masuknya ide-ide kaum barat
untuk itu pengaruh kerajaan Islam dalam perkembangan dan penerapan hukum Islam
sangatlah memainkan peranan penting. Dimasa kolonial umat Islam mungkin agak
kesulitan dan menuai hambatan-hambatan yang cukup sulit sedangkan pada masa era
kontemporer ini secara praktis tidak menuai banyak hambatan karena
dinegara-negara ini sudah memerintah sendiri akan tetapi seiring dengan
kemajuan zaman dan perpindahan peradaban.
Sedangkan penerapan
hukum Islam secara pribadi sendiri agaknya hal tersebut saya jawab dengan suatu
analisis karena keterbatasan sumber, penerapan hukum Islam secara pribadi
sendiri mungkin sejak para pedagang muslim datang ke Nusantara dengan cara hal
itu pedagang muslim misalkan hukum perdagangan dal lain-lain sehingga secara
tidak sadar mereka ikut berpartisipasi dengan hukum Islam itu sendiri.
Sedangkan analisis saya yang lain penerapan hukum Islam secar pribadi dilakukan
oleh para pemuka agama seperti mufti para sufi dan para sunan penerapan hukum
Islam secara pribadi juga dilakukan seiring dengan dikenalnya agama Islam dan
penulisan hukum Islam itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Anderson, Benendict. komunitas-komunitas
imajiner: renungan tentang asal usul
dan penyebaran Nasionalisme.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999
Roibin, penetapan hukum Islam dalam lintas sejarah.
UIN Maliki press. Malang
2010.
Praja, Juhaya S. Hukum Islam Di
Indonesia Perkembangan dan Bentukan . PT.
Remaja Rosdakarya. Bandung 1994.
Praja, Juhaya S dalam Ali Al-Syayis. Sejarah dan perkembangan hukum Islam.
PT. Remaja Rosdakarya. Bandung 2000.
Muh. Zuhri: Hukum islam dalam lintas sejarah: PT Raja
Grafindo Persada.
Jakarta. 1996.
http://badilag.net :perkembangan-mutakhir-hukum-islam-di-asia-tenggara
[1]
Benendict Anderson, komunitas-komunitas imajiner: renungan tentang asal usul
dan penyebaran Nasionalisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal, 13-40
[2]
Juhaya S Praja dalam Ali Al-Syayis. Sejarah dan perkembangan hukum Islam. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung 2000 hal13
[3]
http://isais.uin-suska.ac.id/index.php?limitstart=40
[4]
http://isais.uin-suska.ac.id/index.php?limitstart=40
[5] Roibin, penetapan hukum Islam
dalam lintas sejarah. UIN Maliki press. Malang 2010. Hal 131
[6] Muh. Zuhri: Hukum islam dalam
lintas sejarah: PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1996, hal 150-151
[7]
Roibin, penetapan hukum Islam
dalam lintas sejarah. UIN Maliki press. Malang 2010. Hal132
[8]
Juhaya S Praja. Hukum Islam Di Indonesia Perkembangan dan Bentukan . PT.
Remaja Rosdakarya. Bandung 1994
[9]
Roibin, penetapan hukum Islam
dalam lintas sejarah. UIN Maliki press. Malang 2010. Hal 133
[10]
http://isais.uin-suska.ac.id/index.php?limitstart=40
[12]
Roibin, penetapan hukum Islam
dalam lintas sejarah. UIN Maliki press. Malang 2010. Hal 135
[14]
http://baharcool89.blogspot.com/2009/06/review-buku-perkembangan-komtemporer.html
Komentar
Posting Komentar