politik islam di filiphina selatan
Pendahuluan
Umat Islam di
Filipina adalah salah satu contoh muslim minoritas dinegaranya. Hal ini sangat
bertolak belakang dengan keadaan masyarakat muslim diwilayah tersebut pada awal
mula kedatangan Islam. Apa yang menjadi latar belakang sehingga
mayoritas muslim abad 15-17 berubah menjadi minoritas padaabad ke-18 hingga
sekarang inilah yang akan dibahas dalam makalah inidan dinamika percaturan
politik islam disana.
Masa kolonial yang
kemudian di hadapi oleh bangsa ini akan menjadi pembahasan berikutnya,
sekaligus dampak yang terjaditerhadap perkembangan Islam di Negara tersebut.
Sebagaimana diketahui, Filipinamenghadapi dua kali masa penjajahan, yaitu oleh
Spanyol dan Amerika.Begitu juga akan menjadi salah satu sub pembahasan dalam
makalah ini, perkembangan Islam di Filipina pasca kemerdekaan. Berbagai
perjuangan bangsa Moro dalam memperjuangkan hidupnya sebagai bangsa minoritas baik
secara politik atau organisasi dan perjuangan secara fisik.
Dengan pembahasan
sebagaimana tersebut di atas, diharapkan dapatdiperoleh sebuah pengetahuan
mengenai sejarah Islam di Filipina berikut latar belakang dan
perkembangannya sejak awal masuknya Islam di Filipina hinggasekarang, dimana
bangsa Moro (sebutan untuk umat Islam Filipina) hanya menjadi kaum minoritas di
negerinya sendiri.
Masuk
Dan Berkembangnya Politik Islam Di Filipina
Pembahasan
A.Sejarah masuknya Islam
Negara
ini terletak antara 116° 40′ dan 126° 34′ T. Lo. Di timur berbatasan dengan
Laut Filipina, di barat dengan Laut China Selatan, dan di selatan dengan Laut
Sulawesi. Pulau Borneo terletak beberapa ratus kilometer di barat daya dan
Taiwan di utara. Maluku dan Sulawesi di selatan, dan di timur adalah Palau.
Kepulauan ini dibagi menjadi tiga kelompok utama: Luzon, Visayas, dan Mindanao.
Pelabuhan sibuk Manila, di Luzon, adalah ibu kota negara dan kota
terbesar-kedua setelah Kota Quezon. Filipina berada di urutan ke-12 di dunia
dalam jumlah penduduk dengan jumlah 85.236.900 juta pada tahun 2006 dan setiap
tahunnya pertumbuhan penduduknya 1,92% dengan tediri dari 7.107 pulau dengan
luas total daratan diperkirakan 300.000 km². Penduduknya terdiri dari beberapa
suku yaitu suku Filipino 80%, Tionghoa 10%, Indo Arya 5%, Eropa dan Amerika 2%,
Arab 1%, suku lain 2%. Kota Marawi dan Jolo dapat dianggap sebagai pusat
keagamaan bagi komunitas muslim.[1]
Sebelum kedatangan
Islam, Filipina adalah sebuah wilayah yangdikuasai oleh kerajaan-kerajaan.
Islam dapat masuk dan diterima dengan baik oleh penduduk setempat
setidaknya karena ajaran Islam dapat mengakomodasi berbagai tradisi yang
telah mendarah daging di hati mereka.Para ahli sejarah menemukan bukti abad ke-16
dan abad ke-17 dari sumber-sumber Spanyol tentang keyakinan agama penduduk Asia
Tenggara termasuk Luzon, yang merupakan bagian dari Negara Filipina saat
ini, sebelum kedatanganIslam. Sumber-sumber tersebut memberikan penjelasan
bahwa sistem keyakinanagama yang sangat dominan ketika Islam datang pada abad
ke-14 sarat dengan berbagai upacara pemujaan untuk orang yang sudah
meninggal. Hal ini jelassekali tidak sejalan dengan ajaran Islam yang menentang
keras penyembahan berhala dan politeisme. Namun tampaknya Islam dapat
memperlihatkan kepada mereka bahwa agama ini memiliki cara tersendiri yang
menjamin arwah orangyang meninggal dunia berada dalam keadaan tenang, yang
ternyata dapat merekaterima.[2]
Di sisi lain, tidak
dapat diragukan lagi bahwa skala perdagangan AsiaTenggara mulai melesat sangat
pesat pada penghujung abad ke-14. Hasil dari perdagangan ini, kota-kota
berkembang dengan kecepatan sangat mencengangkantermasuk sepanjang wilayah
pesisir kepulauan Filipina. Para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan
menimbulkan adanya pertukaran baik di bidang ilmu pengetahuan maupun
agama.Di antara semua agama besar di dunia, Islam barangkali yang paling
serasi dengan dunia perdagangan. Al-Qur’an maupun Al-Hadits sebagai sumber
tertinggi dalam agama Islam banyak memuji kepada pedagang yang dapat
dipercaya.[3]
Hal ini
mengakibatkan orang yang cenderung bergerak dalam dunia perniagaan pasti
terpikat dengan ajaran Islam. Dari sini, Islam terus
memperluas pengaruhnya secara cultural yaitu dengan melalui perkawinan
antar etnis hinggaakhirnya melalui system politik. Jalur yang terakhir ini
(politik) terjadi ketikaIslam telah dipeluk oleh para penguasa khususnya para
raja.
Menurut para ahli
sejarah, pada penghujung akhir abad ke-14 seorang rajaterkenal dari
Manguindanao memeluk Islam. Dari sinilah awal peradaban Islam diwilayah ini
mulai dirintis. Raja Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang
berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Setelah itu,Islam
disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah
pantailainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada
dibawahkekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.[4]
B.Masa Kolonial Spanyol
Kedatangn
orang-orang Spanyol ke Filipina pada tahun 1521 M, selainuntuk menjajah juga
bertujuan untuk menyebarkan agama Kristen. Dengankekerasan, persuasi atau
menundukkan secara halus dengan hadiah-hadiah, orang-orang Spanyol dapat
memperluas kedaulatannya hamper ke seluruh wilayahFilipina. Nsmun, ketika
Spanyol menaklukan wilayah utara Filipina denganmudah dan tanpa perlawanan
berarti, tidak demikian halnya dengan wilayahselatan. Tentara kolonial Spanyol
harus bertempur mati-matian melawankesultanan Islam di wilayah selatan
Filipina, yakni Sulu, Manguindanau danBuayan. Rentetan peperangan yang panjang
antara Islam dan Spanyol hasilnyatidak nampak kecuali bertambahnya ketegangan
antara orang Kristen dan orangIslam Filipina.[5]
Selama masa
kolonial, Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan
kuasai) serta mision-sacre (misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orangIslam.
Bahkan orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal
yang buruk) sebagai "Moor" (Moro). Artinya orang yang buta
huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados (tukang bunuh). Sejak
saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang Islam yang mendiami kawasan
Filipina Selatan tersebut. Tahun1578 M terjadi perang besar yang melibatkan
orang Filipina sendiri.Bangsa Spanyol juga melakukan inkuisisi yang buruk
terhadap orang-orangmuslim di semenanjung Iberia. Mereka menyerang karajaan
muslim Sulu,Manguindanau dan Manilad dengan fanatisme dan keganasan yang sama
sepertimereka memperlakukan penduduk muslim mereka sendiri di Spanyol.
BahkanRaja Philip memerintahkan Kepala Staf Angkatan Lautnya sebagai berikut:“Taklukkan
pulau-pulau itu dan gantikan agama penduduknya (ke agamaKatolik)”. Menghadapi
latar belakang seperti ini, orang-orang muslim Filipina(bangsa Moro) harus
berjuang bagi kelangsungan hidupnya sampai saat ini, lebihdari empat abad.
Spanyol tidak pernah dapat menaklukkan kesultanan Islam walaupun dalam keadaan
perang terus menerus, dan harus mengakuikeberadaannya yang merdeka.[6]
C.Masa Imperialisme Amerika Serikat
Pada tahun 1896,
Presiden Mc. Kinley dari AS memutuskan untuk menduduki Filipina untuk
“mengkristenkan dan membudayakan” rakyatsebagaimana ia ajukan. Amerika datang
ke Mindanao dengan menampilkan dirisebagai seorang sahabat yang baik dan dapat
dipercaya. Hal ini dibuktikan denganditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus
1898 M) yang menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat,
kebebasan mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro.Amerika berhasil menduduki
jajahan Spanyol ini pada tahun 1899, namunmendapatkan perlawanan dari Negara
muslim Sulu. Traktat tersebut ternyatahanya taktik mengambil hati orang-orang
Islam agar tidak memberontak, karena pada saat yang sama Amerika tengah
disibukkan dengan pemberontakan kaum revolusioner Filipina Utara pimpinan Emilio
Aguinaldo. Terbukti setelah kaumrevolusioner kalah pada 1902 M, kebijakan AS di
Mindanao dan Sulu bergeser kepada sikap campur tangan langsung dan
penjajahan terbuka. Setahun kemudian(1903 M) Mindanao dan Sulu disatukan
menjadi wilayah propinsi Morolanddengan alasan untuk memberadabkan (civilizing)
rakyat Mindanao dan Sulu.Periode berikutnya tercatat pertempuran antara kedua
belah pihak. KesultananSulu jatuh ke tangan Amerika pada tahun 1914. Pada tahun
1915, Raja (Sultan)Muslim dipaksa turun tahta, tetapi diakui sebagai ketua
komunitas muslim. Hanya pada April 1940 Amerika menghapuskan Kesultanan
Sulu dan menggabungkan bangsa Moro ke dalam Filipina.[7]
Patut
dicatat bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata telahmenggunakan waktu
tersebut untuk membebaskan tanah serta hutan di wilayahMoro untuk keperluan
ekspansi para kapitalis. Bahkan periode 1903-1913dihabiskan AS untuk memerangi
berbagai kelompok perlawanan Bangsa Moro. Namun Amerika memandang
peperangan tak cukup efektif meredam perlawananBangsa Moro, Amerika akhirnya
menerapkan strategi penjajahan melaluikebijakan pendidikan dan bujukan.
Kebijakan ini
kemudian disempurnakan olehorang-orang Amerika sebagai ciri khas penjajahan
mereka.Kebijakan pendidikan dan bujukan yang diterapkan Amerika
terbuktimerupakan strategi yang sangat efektif dalam meredam perlawanan Bangsa
Moro.Sebagai hasilnya, kohesitas politik dan kesatuan diantara masyarakat
Muslimmulai berantakan dan basis budaya mulai diserang oleh norma-norma Barat.
Padadasarnya kebijakan ini lebih disebabkan keinginan Amerika memasukkan
kaumMuslimin ke dalam arus utama masyarakat Filipina di Utara dan
mengasimilasikaum Muslim ke dalam tradisi dan kebiasaan orang-orang
Kristen.Seiring dengan berkurangnya kekuasaan politik para Sultan
dan berpindahnya kekuasaan secara bertahap ke Manila, pendekatan ini sedikit
demisedikit mengancam tradisi kemandirian yang selama ini dipelihara
olehmasyarakat Muslim.
D.Masa Peralihan
Masa
pra-kemerdekaan ditandai dengan masa peralihan kekuasaan dari penjajah
Amerika ke pemerintah Kristen Filipina di Utara. Untuk menggabungkanekonomi
Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukanlah hukum-hukumtanah warisan
jajahan AS yang sangat kapitalistis seperti Land Registration Act No. 496
(November 1902) yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk
tertulis, ditandatangani dan di bawah sumpah. Kemudian PhilippineCommission Act
No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari paraSultan, Datu, atau
kepala Suku Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukantanpa ada wewenang
atau izin dari pemerintah.Pada intinya ketentuan tentang hukum tanah ini
merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah adat dan
ulayat) oleh pemerintahkolonial AS dan pemerintah Filipina di Utara yang
menguntungkan para kapitalis.Kepemilikan tanah yang begitu mudah dan mendapat
legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman
besar-besaran orang-orang Utara ke Mindanao.[8]
Banyak pemukim yang
datang, seperti di Kidapawan,Manguindanao, mengakui bahwa motif utama
kedatangan mereka ke Mindanaoadalah untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik
banyak pemukim dari utara keMindanao, pemerintah membangun koloni-koloni yang
disubsidi lengkap denganseluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan
melalui koloni iniditeruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari
negeri tersebut.Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas
di tanahkelahiran mereka sendiri.[9]
E.Masa Pasca Kemerdekaan
Kemerdekaan yang
didapatkan Filipina pada 4 Juli 1946 M dari AmerikaSerikat ternyata tidak
memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hengkangnya penjajah pertama
(Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajahlainnya
(pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini perjuanganBangsa Moro
memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yanglebih terorganisir
dan maju, seperti MIM (Mindanao Independece Movement),MNLF, MILF,
MNLF-Reformis, BMIF. [10]
Namun pada saat
yang sama, juga merupakan masa terpecahnya kekuatanBangsa Moro menjadi
faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secarakeseluruhan. Tekanan semakin
terasa hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986).
Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presidenFilipina dari Jose Rizal
sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan FerdinandMarcos merupakan masa
pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro.Pembentukan Muslim Independent
Movement (MIM) pada 1968 dan MoroLiberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa
dilepaskan dari sikap politik Marcos.Perkembangan berikutnya, MLF sebagai induk
perjuangan Bangsa Moroakhirnya terpecah. Pertama, Moro National Liberation
Front (MNLF) pimpinan Nur Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler.
Kedua, Moro IslamicLiberation Front (MILF) pimpinan Hashim Salamat, seorang
ulama pejuang, yangmurni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara
Islam di FilipinaSelatan.[11]
Namun dalam
perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuarimengalami perpecahan kembali
menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinanDimas Pundato (1981) dan kelompok Abu
Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani(1993). Tentu saja perpecahan ini
memperlemah perjuangan Bangsa Moro secarakeseluruhan dan memperkuat posisi
pemerintah Filipina dalam menghadapiBangsa Moro. Ditandatanganinya perjanjian
perdamaian antara Nur Misuari(ketua MNLF) dengan Fidel Ramos (Presiden
Filipina) pada 30 Agustus 1996 di Istana Merdeka Jakarta lebih menunjukkan
ketidaksepakatan Bangsa Moro dalam menyelesaikan konflik yang telah memasuki 2
dasawarsa itu. [12]
Disatu pihak
mereka menghendaki diselesaikannya konflik dengan caradiplomatik (diwakili oleh
MNLF), sementara pihak lainnya menghendaki perjuangan bersenjata/jihad
(diwakili oleh MILF), Semua pihak memandangcaranyalah yang paling tepat dan
efektif.[13] Namun
agaknya Ramos telah memilihsalah satu diantara mereka walaupun dengan penuh
resiko. "Semua orang harusmemilih, tidak mungkin memuaskan semua
pihak," katanya. Dan jadilah bangsaMoro seperti saat ini, minoritas di
negeri sendiri.Menurut Majul, minimal ada tiga alasan yang menjadi penyebab
sulitnya bangsa Moro berintegrasi secara penuh kepada pemerintah Republik
Filipina.
Pertama
, bangsa Moro sulit menerima
Undang-Undang Nasional karena jelasundang-undang tersebut berasal dari Barat
dan Katolik dan bertentangan denganajaran Islam.
Kedua
, sistem sekolah yang menetapkan
kurikulum yang sama tanpamembedakan perbedaan agama dan kultur membuat bangsa
Moro malas untuk belajar di sekolah yang didirikan oleh pemerintah.
Ketiga
, adanya trauma dankebencian yang
mendalam pada bangsa Moro atas program perpindahan penduduk yang dilakukan
oleh pemerintah Filipina ke wilayah mereka diMindanao, karena program ini telah
mengubah mereka dari mayoritas menjadiminoritas di segala bidang kehidupan.
Penutup
Proses islamisasi di Filipina pada
masa awal adalah melalui tiga hal, yaitu perdagangan, perkawinan dan
politik. Diterimanya Islam oleh orang-orangMindanao, Sulu, Manilad dan
sepanjang pesisir pantai kepulauan Filipina tidak terlepas dari ajaran
Islam yang dibawa oleh para pedagang tersebut dapatmengakomodasi tradisi
lokal.Umat Islam Filipina yang kemudian dikenal dengan bangsa Moro, padaakhirnya
menghadapi berbagai hambatan baik pada masa kolonial maupun pascakemerdekaan.
Bila direntang ke belakang, perjuangan bangsa Moro dapat dibagimenjadi tiga
fase:
Pertama,
Moro berjuang melawan penguasa Spanyol
selamalebih dari 375 tahun (1521-1898).
Kedua,
Moro berusaha bebas dari
kolonialismeAmerika selama 47 tahun (1898-1946).
Ketiga,
Moro melawan pemerintahFilipina
(1970-sekarang).Minimal ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa
Moro berintegrasi secara penuh kepada pemerintah Republik Filipina.
DAFTAR
PUSTAKA
Majul, A Cesar . Muslim in the
Philippie,(Jakarta: LP3ES, 1989),
Ketani,
Ali. Minoritas Muslim dinegara non muslim. TTB
Reid, Antony. Sejarah Modern Awal
Asia Tenggara, Jakarta, Pustaka LP3ES Indonesia, 2004
Robert, Hefner. Islam di era Negara
bangsa . PT Tiara Wacana: Yogyakarta, 2001
Tim
Penyusun, Pengantar Studi Islam, Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press, Cet.
IV, 2006,
http//Wikipedia filiphina//wiki.com
[1]
http//Wikipedia filiphina//wiki.com
[2]
Antony Reid,Sejarah Modern
Awal Asia Tenggara, Jakarta, Pustaka LP3ES Indonesia, 2004, hal.24-25
[3]
Antony Reid,Sejarah Modern
Awal Asia Tenggara, Jakarta, Pustaka LP3ES Indonesia, 2004, hal. 32
[4] Ibid , hal. 37
[5] Tim Penyusun,Pengantar Studi
Islam, Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press, Cet. IV, 2006, hal.307-308
[6]
Ali Ketani, Minoritas Muslim dinegara non muslim, hal. 195
[7]
Ali Ketani, Minoritas Muslim dinegara non muslim, hal. 196
[8]
Ali Ketani, Minoritas Muslim dinegara non muslim, hal. 196
[9]
Tim Penyusun,Pengantar Studi Islam, Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press,
Cet. IV, 2006, hal. 308
[10]
Ibid hal. 308-309
[11] Cesar A. Majul, Muslim in the Philippie,
Jakarta: LP3ES, 1989, hal. 141.
[12]
Tim Penyusun,Pengantar Studi Islam, Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press,
Cet. IV, 2006, hal.310
[13]
Hefner Robert, Islam di era Negara bangsa . PT Tiara Wacana: Yogyakarta,
2001. Hal 78
Komentar
Posting Komentar